A.
Pengelolaan Dan Penerapan
Kredit
Pada hakekatnya, pemberian
kredit harus mempunyai sumber dana. Bagi
perbankan, sumber dana berasal dari simpanan dana masyarakat pada bank.
Dari segi ekonomi sumber usaha perkreditan bertujuan untuk memanfaatkan “Idle Money” yang
ada ditangan masyarakat dengan melalui penyaluran dana kredit. Namun penyaluran
dana dalam bentuk kredit sangat berkaitan erat dengan resiko. Oleh karena itu,
salah satu upaya lembaga-lembaga keuangan untuk memperkecil resiko kredit
adalah dengan cara menganalisis kegiatan usaha dari pemohon kredit dengan
menggunakan prinsip-prinsip kredit pada aspek-aspek usahanya.
Bagi lembaga keuangan untuk
memperoleh fakta yang “Actual on the spot” dari analisis kredit sangat penting.
Karena fakta tersebut dapat dijadikan salah satu dasar pertimbangan serta
penilaian dalam pemberian kredit dan fakta ini dapat dijadikan sebagai alat
pengaman sebelum keputusan atas permohonan kredit dilakukan.
Adapun tahap-tahap analisis
terhadap kegiatan usaha pemohon kredit yang harus dilaksanakan oleh lembaga
keuangan selaku penyalur dan kredit, sebagai berikut :
a.
Tahap Pengajuan Permohonan
Kredit
Pada tahap ini, pemohon kredit mendatangi
bank untuk memperoleh informasi mengenai persyaratan kredit dan mengajukan
permohonan kredit secara tertulis dengan mempersiapkan dan melampirkan data
beserta syarat lain yang diperlukan oleh lembaga-lembaga keuangan yang
bersangkutan.
b.
Tahap penilaian (Credit
Evaluation) dan pemeriksaan (Credit Investigation)
Pada tahap ini, lembaga keuangan
melakukan pemerikasaan ketempat usaha / jaminan pemohon kredit untuk menilai
kebenaran dari data dan informasi yang telah diberikan oleh pemohon kredit.
Dan pada tahap ini dikenal prinsip yang
harus diperhatikan oleh lembaga keuangan dalam menilai dan memeriksa permohonan
kredit, yakni sebagai berikut :
1.
Character
Tujuan dari penilaian dan pemerikasaan
ini adalah untuk mengetahui itikad baik (Willingness to pay) dari calon
penerima kredit.
2.
Capacity
Tujuan dari penilaian dan pemerikasaan
ini adalah untuk mengetahui kemampuan membayar ( willingness to Ability )
pemohon kredit
3.
Capability
Tujuan penilaian dan pemeriksaan ini
adalah untuk mengetahui keadaan struktur modal dan bonafiditas pemohon kredit
dalam memperoleh keuntungan ( Rentability )
4.
Collateral
Tujuan dari penilaian dan pemerikasaan ini
adalah untuk mengetahui berapa nilai harta atau kekayaan yang dijaminkan oleh
pemohon kredit.
5.
Condition of Economy
Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah
usaha dari pemohon kredit dipengaruhi oleh kunjungtur atau tidak dimasa yang
akan datang
c.
Tahap analisis terhadap
aspek-aspek usaha
Pada tahap ini, bank
melakukan analisis dari berbagai aspek. Hasil dari analisis ini akan dijadikan
bahan dan sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang tepat
atas permohonan kredit yang diajukan.
Adapun aspek – aspek yang
dianalisis adalah sebagai berikut :
1. Aspek hukum
2. Aspek manajemen dan organisasi
3. Aspek teknis / produksi
4. Aspek pemasaran
5. Aspek keuangan
6. Aspek sosial ekonomi
7. Aspek jaminan
d.
Tahap keputusan kredit ( Credit
Decision )
Pada tahap ini, lembaga keuangan selaku
penyalur dana dalam bentuk kredit menetapkan keputusan apakah pemohon kredit
yang bersangkutan layak atau tidak untuk diberi kredit. Dan menentukan berapa
besar kredit yang akan diberikan, berapa besar suku bunga atau bagi hasilnya
dan berapa lama jangka waktunya dan ketentuan lain.
e.
Tahap pelaksanaan ( Credit
Realization ) dan administrasi kredit ( credit administration )
Pada tahap ini, pemohon kredit melakukan
dan menerima semua persyaratan yang tercantum dalam keputusan kredit yakni
menandatangani akad / persetujuan kredit baik dihadapan notaris maupun
dihadapan petugas lembaga keuangan yang berwenang dan melakukan pengikatan
jaminan. Dan bank melakukan administrasi kredit pada saat pemohon kredit
mengajukan permohonan kredit sampai saatnya pelaksanaan akad / persetujuan
kredit.
Sebagai tindak lanjut
lembaga keuangan selaku penyalur dana dalam bentuk kredit adalah dengan
melaksanakan tahap pengawasan kredit ( Credit Super Vision ) dan tahap
penagihan kredit ( credit collection ), agar kredit yang telah disalurkan pada
masyarakat dapat terhindar dari segala kemungkinan resiko kredit menjadi macet
atau setidaknya lembaga keuangan dapat memperkecil resiko kerugian.
Untuk iklim ekonomi
Indonesia, khususnya dalam bidang perkreditan, bahwa supervised credit ini
paling cocok untuk diterapkan secara luas. Sebab sistem kredit ini mempunyai
aspek-aspek yang dapat membawa masyarakat ke arah pembangunan ekonomi secara
positif dan nyata. Oleh karena itu, dalam supervised credit ini adalah sangat
wajar bila pemerintah secara terus menerus mengolah dan menyempurnakannya dalam
penentuan kebijakan perkreditan demi kemajuan ekonomi masyarakat pada umumnya.
Pada dasarnya, lembaga
keuangan tentunya telah menetapkan tujuan dari perkreditan yang dikenal dengan
profitabilitas. Hal ini berkaitan erat dengan masalah bunga perkreditan. Bagi
lembaga keuangan, kredit merupakan obyek untuk meraih profil dari perputaran
dana yang telah disalurkan dengan potensi bahwa pihak penerima kredit bersedia
memberi jasa modal berupa bunga berdasarkan perjanjian kredit yang telah
disepakati sebelumnya. Namun dewasa ini, banyak kredit swasta atau kredit liar
yang melakukan usaha penyaluran dana dikalangan masyarakat dan kredit swasta
menghitung suku bunganya berdasarkan penawaran dan kesanggupan masing-masing
pihak, serta suku bunganya dipengaruhi juga oleh peredaran uang dalam
masyarakat.
Lain halnya dengan suku
bunga perkreditan yang ditetapkan oleh lembaga – lembaga perkreditan resmi,
bahwa suku bunga yang ditentukan terikat pada perimbangan “etika” sedangkan
secara komersial dibatasi seperlunya yaitu cost and accounting. Walaupun
prinsip cont and accounting dijadikan pedoman penentuan suku bunga perkreditan
dalam lembaga-lembaga perkreditan resmi namun menurut kenyataan, masih ada perbedaan-perbedaan
yang sangat jauh diperlihatkan oleh lembaga – lembaga keuangan yang melayani
kredit kecil dan menengah.
Membahas masalah
perkreditan, sebagaimana kita ketahui bahwa bunga perkreditan juga memegang
fungsi sebagai barometer pasaran uang dan modal. Sehingga tinggi – rendahnya
bunga kredit tergantung juga pada kebijaksanaan pemerintah dalam bidang ekonomi
dan moneter. Dan jelas bahwa masalah perkreditan sangat erat hubungannya dengan
keadaan dan kehidupan ekonomi negara.
B.
Pengamanan Dan Jaminan Kredit
Sebelum membahas masalah
pengamanan dan jaminan kredit, ada baiknya membahas terlebih dahulu tentang
masalah tunggakan kredit. Dalam lembaga-lembaga keuangan yang melayani
perkreditan tentu akan menghadapi masalah tunggakan. Kemungkinan terjadinya
masalah tunggakan atas kredit disebabkan oleh faktor – faktor yang kurang
mendukung kelancaran operasional kredit. Adapun faktor yang kurang mendukung
tersebut, antara lain itikad yang tidak baik dari peminjam ( on will ), adanya
perubahan-perubahan peraturan, situasi dan kondisi ekonomi umum atau force
majeure.
Bagi lembaga-lembaga
keuangan yang menghadapi kredit bermasalah seperti ini, tentu akan memandang
masalah tunggakan sebagai peringatan atau “red light” untuk berhati-hati dan
waspada dalam politik perkreditan selanjutnya, namun lembaga perbankan masih
menentukan batas tunggakan yang dianggap wajar. Dalam keadaan ekonomi normal,
batas tunggakan yang wajar yaitu 10 % dari jumlah dana yang dikreditkan. Dan
persentasi samapai 10 % tersebut dianggap sebagai tunggakan yang masih dapat
ditolerir. Sehingga manifestasi dari sehat atau tidaknya kredit akan nampak
pada persentase tunggakan.
Menyangkut masalah
tunggakan kredit tentu pihak lembaga-lembaga keuangan yang melayani kredit
berusaha untuk mencari solusi yang tepat untuk menanggulangi kredit bermasalah,
hal ini berkaitan erat dengan pengamanan dan jaminan kredit. Dalam
praktek perbankan, pengertian jaminan kredit adalah hak dan kekuasaan yang
diserahkan oleh debitur kepada lembaga keuangan yang melayani kredit guna
menjamin pelunasan utangnya apabila kredit yang diterimanya tidak dapat
dilunasi sesuai jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian kredit.
Pengamanan dan jaminan
kredit telah diatur dalam Undang-Undang hukum perdata pasal 1131 dan pasal 1132
bahwa “ Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru ada dikemudian hari menjadi
tanggungan untuk segala perikatannya perorangan “ dan “ kebendaan tersebut
menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya,
pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu
menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para
berpiutang itu ada alasan sah untuk didahulukan “.
Dalam perbankan telah
ditentukan bahwa volume harga jaminan lebih besar daripada jumlah kredit yang
diberikan kepada pihak debitur. Ketentuan ini untuk menjaga apabila resiko
kredit lebih besar. Sehingga pihak lembaga perkreditan tidak sangsi dalam
membuat keputusan atas permohonan kredit selanjutnya.
Adapun menyangkut berbagai
bentuk jaminan kredit yang diatur dalam perbankan adalah sebagai berikut :
1.
Jaminan perorangan (Personnal
Guarantee)
Dalam personnal guarantee, lembaga
keuangan yang memberi kredit harus memperhatikan kepercayaan dan bonafiditas.
Jaminan ini diatur dalam pasal 1820 KUH
Perdata : “Penanggungan adalah suatu persetujuan dengan seorang pihak ketiga
guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si
berutang mana kala orang ini sendiri tidak memenuhinya “.
2.
Jaminan kebendaan
Jaminan kebendaan adalah penyerahan hak
oleh debitur atas barang-barang miliknya kepada bank guna dijadikan jaminan
atas kredit yang diperoleh debitur dimana bank mempunyai hak yang didahulukan
untuk mengambil pelunasan terhadap kreditur yang lain dengan melakukan
pengikatan jaminan sesuai ketentuan yang berlaku.
Jaminan kebendaan terdiri
atas :
a. Jaminan kebendaan atas barang bergerak
b. Jaminan kebendaan atas barang tak
bergerak
Adapun cara pengikatan
jaminan benda bergerak dilakukan dengan menggunakan beberapa cara :
a.
Pengikatan secara gadai
Yang penting untuk diketahui pada cara
pengikatan dengan gadai yaitu bahwa perjanjian gadai merupakan perjanjian
tambahan dari perjanjian pokok kredit, barang yang digadaikan harus berada
dibawah kekuasaan kreditan, kreditan dilarang mengaku barang yang telah
digadaikan menjadi miliknya dalam hal apabila debitur tidak membayar atau
melunasi utangnya, jika debitur tidak memenuhi janjinya dalam persetujuan maka
kreditur berhak atas jaminan setelah tenggang waktu pembayaran utang itu lampau
dan debitur diperingati untuk melunasi dari penjualan barang gadai dimuka umum,
serta barang yang digadaikan dilarang untuk di pakai atau dieksploitir oleh
kreditur tanpa ada persetujuan dari debitur.
b.
Pengikatan secara FEO (
Fiduciare Eigeudom Overdracht )
Kebaikan dari pengikatan jaminan dengan
FEO yaitu benda-benda yang dijaminkan tetap dipegang oleh pihak debitur
sehingga kreditur tidak lagi menyimpan dan mengurus benda – benda tersebut
seperti dalam gadai.
c. Cessie yaitu cara
penyerahan barang jaminan untuk tagihan misalnya deposito, simpanan dan tagihan
pada pihak ketiga.
Selanjutnya, adalah cara
pengikatan jaminan benda tidak bergerak, sebagai berikut :
a.
Dapat dengan cara hipotik.
Hak hipotik adalah suatu hak kebendaan
atas benda-benda tak bergerak
b.
Dapat dengan cara credit
verband
Bahwa credit verband merupakan suatu
jaminan atas tanah berdasarkan STB / 1908 No. 542 yang maksudnya adalah untuk
memberikan kesempatan pada orang-orang Bumi Putera agar dapat meminjam uang
dengan jaminan tanah dengan status hak milik adat atau belum bersertifikat.
Pengikatan jaminan benda
tak bergerak diatur dalam pasal 1162 sampai dengan pasal 1232 KUHP. Dan lembaga
keuangan juga melakukan penilaian atas barang jaminan demi menjaga keselamatan
dan yang dipinjamkan kepada pemohon kredit.
Adapun mengenai penilaian
barang jaminan yang dilakukan oleh lembaga keuangan adalah dengan cara
pendekatan, yakni sebagai berikut :
1.
Pendekatan nilai pasar wajar dengan menggunakan metode penilaian
market Data Approach, Cost Data Approach dan Income Approach.
2.
Pendekatan nilai likuiditas
Yaitu pihak lembaga keuangan menilai
jaminan jika jaminan tersebut dilelang atau dilikuidasi pada saat debitur dan
prestasi atau tidak sanggup membayar pinjaman.
Belum ada tanggapan untuk "Pengelolaan Perkreditan dalam Masyarakat"
Post a Comment