I
I.
Pendahuluan
Salah satu aspek obyek
kajian penting bagi seseorang yang ingin mendalami ilmu hukum adalah penguasaan
tentang teori-teori hukum, yang didalamnya terdapat suaatu kajian yang sangat
pokok yaitu mengenai asas-asas hukum.
Pemahaman dan penguasaan
terhadap asas-asas hukum adalah sangat penting bagi seorang sarjan hukum., bagi
ia seorang akademisi, praktisi hukum maupun bagi seorang hakim, karena melalui
pemahaman dan penguasaan tentang asas-asaas hukum ini, maka tentunya seorang
sarjana hukum akan lebih muda mencari suatu jalan keluar bila diperhadapkan
dengan suatu permasalahan hukum yang kompleks dan multidimensi.
Akan tetapi saat ini, tidak
bisa dipungkiri bahwa diantara kita para pemerhati hukum masih saja kurang
tentang pemahaman dan penguasaan mengenai asas-asas hukum. Kalaupun kita
memahami tetapi kadang kala kita keliru atau bahkan salaah didalam menerapkan
suatu asasa hukum didalam persoalan-peroalan hukum inkonkreto.
II
II. Penegertian Asas Hukum
Para ahli hukum telah
berusaha memberikan defenisi atau pengertian tentang asaas hukum. Beberapa
diantaranya adalah sebagai berikut :
-
Oleh
Paul Scholten : “Asas hukum adalah kecenderungan-kecenderungan yang disyaratkan
dari pandangan-pandangan keasusilaaan terhadap hukum dan seterusnya …”.
-
Prof.
Sudikno Mertokusumo : Bahwaa asas hukum bukan hukum konkrit melainkan pikiran
dasar yang umum dan abstrak yang merupakan latar belakang dari peraturan hukum
konkrit yang terdapat di dalam setiap sistem hukum yang terjelma dalam
peraturan perundaang-undaangan.
-
Menurut
Theo Huijbers (1995: 81) asas hukum ialah prinsip-prinsip yang dianggap dasar
atau fundamental hukum.
Sedangkan Chainur Arrasyid
(2000: 36) asas hukum merupakan dasar, pokok tempat menemukan kebenaran dan
sebagai tumpuan berfikir tentang apa yang dimaksud dengan asas hukum. Sementara
Sutjipto Raharjo (2000: 45) mangatakan bahwa asas hukum merupakan jantungnya
peraturan hukum.
III
III.
Beberapa Asas Hukum Yang
Relevan Dalam Praktek Peradilan Perdata.
Dalam praktek peradilan
sehari-hari yang menyangkut perkara perdata selain kita menggunakan hukum
secara perdata tentunya kita sering dipertemukan atau berhadapan dengan
asas-asas hukum yanag berlaku dalam proses persidangan, asas-asas hukum yang
sering dijumpai adalah sebagai berikut :
a.
Asas
“ Ius Curia Novit”
Asas ini megandung arti
bahwa “setiap hakim dianggap tahu akan
hukumnya”, sehingga tidak ada alasan bagi hakim untuk menolak suatu perkara
yang diajutkan kepadanya dengan daalil bahwa hakimnya tidak tahu hukumnya atau
hukumnya belum ada.
Asas ini sejalan dengan
Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 27 (1) UU No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan pokok
kekuasaan kehakiman.
b.
Asas
peradilan cepat, singkat dan biaya ringan
Asas ini berlaku umum dan
sangat populer dalam hukum acara perdata namun asas ini mulai diatur dalam
Undang-Undang No. 14 Tahun 1970, tentang ketentuan pokok kekuasaaan hakim.
c.
Asas Audi Et Alterram Partem
Asas ini mengandug arti
bahwa hakim wajib “mendengar kedua belah pihak yang berpekara”. Dalam asas ini
menitik beratkan pada pengertian bahwa hakim diwajibkan untuk tidak memutus
perkara sebelum mendengar kedua belah pihak terlebih dahulu.
Asas ini pun dalam praktek
peradilaan era kaitannya dengan beban pembuktian yang akan dibebankan oleh
hakim kepada kedua belah pihak, sehingga diupayakan terjadi keseimbangan antara
pihak penggugat dan tergugat di depan atau di dalam persidangan.
d.
Asas
Unus Testis Nullus Testis
Asas ini menyatakan bahwa
“satu saksi bukanlah saksi” asas ini telah diatur didalam ketentuan hukum acara
kita yaitu dalam Pasal 194 Rbg dan Pasal 1921 Bw.
e.
Asas
tidak ada keharusan untuk mewakilkan kepada pengacara.
Hukum acara perdata yang
kita pakai selama ini diantaranya HIR
bagi pulau Jawa dan Madura, RBG yang berlaku sebagai hukum acara di luar Jawa
dan Madura ataupun RV yang berlaku bagi golongan Eropa, tidak mengatur secara
tegas bahwa untuk perkara di pengadilan harus diwakilkan kepada seorang
pengacara.
f.
Asas
Nemo Judex Indeneus in Propria Causa.
Asas ini mengajarkan bahwa
tidak seorang pun yang dapat menjadi hakim dalam perkara sendiri. Dalam hukum
acara perdata, asas ini menekankan pada obyektifitas pada pemeriksaan perkar.
Tentunya asas ini ditunjukkan kepada hakim bahwa seorang hakim karena
jabatannya harus mengundurkaan diri dari kedudukannya dalam memeriksa suatu
perkara yang diajukan kepadanya bilamana ia mempunyai kepentingan langsung
terhadap tersebut atau mempunyai hubungan keluarga yang dekat dengan salah satu
pihak yang berperkara. Asas diatur pula dalam Pasal 5 (1), Pasal 28 (1), UU No.
14 Tahun 1970 Pasal 374 (1) HIR, dan Pasal 702 (1) RBG.
g.
Asas
Lex Rae Sitae
Asas ioni menentukan bahwa
suatu gugatan diajukan di tempat nama obyek gugatan itu berada dan bukan di
tempat tinggal penggugat. Asas ini tetap edipakai dalam praktek peradilan.
Penerapan dan perkembangan asas hukum
dalam praktek peradilan.
Pada bagian ini penulis
akan menguraikan bagaimana penerapan dan perkembangan beberapa asas-asas hukum
seperti diuraikan diatas dalam praktek peradilan.
a. Asas Unus Testis Nullul Testis
Pengertian asas ini telah
diuraikan ditas yang pada intinya bahwa satu saksi bukansaksi, sehingga
konsekuensinya bahwa hakim tentu akan menolak suatu gugatan atau daalil bila
hanya berdaasarkan pada suatu saksi atau alat bukti.
b. Asas Audi Et Alteran Partet
Pengertian dasar daari asas
ini bahwa hakim tidak akan memutuskan perkara tanpa mendengar keduaa belah
pihak atau hakim memeriksa perkara dengan mengengar kedua oihak.
Dalam praktek, asas ini
disampaikan bila diperhadapkan dengan suatu lembaga hukum yang dinamakan
Verstek yaitu dimana dalam suatu perkara apabila tergugat telaah beberapa kali
dipanggil secara patut dan tidak hadir, maka apabila terjadi demikian maka
hakim dapat menjatuhkan keputusan yang dinamakan putusan Verstek tanpa hadirnya
tergugat, sehingga dengan demikian asas Audi Et Altran Partet terkesan dapat
dikesampingkan oleh hakim
c. Asas tidak ada keharusan untuk
mewaakilkan kepada pengacara
Bahwa sejauh ini dalam
praktek peradilan di dalam perkara-perkara perdata yang bersifat umum asas ini
masih berlaku karena memang hukum acara ini masih berlaku karena memang hukum
acara tidak mewajibkaan untuk mewakilkan kepada seorang pengacara untuk
berperkara di pengadilan, tetapi dengan lahirnya undang-undang kepailitan atau
Perpu No. 1 Tahun 1998 tentang Kepailitan telah megenyampingkan asas tersebut
yaitu sebagaimana disebut dalam Pasal 5 Perpu No. 1 Tahun 1998 Jo Undang-undang
No. 4 Tahun 1999 tentang Kepailitan ditentukan bahwa permohonan Kepailitan
harus diajukan oleh seorang penasihat hukumyang memiliki izin praktek.
Berdasarkan Undang-undang
tersebut, maka ketentuan untuk mewakilkan kepada pengacara adalah bersifat
inperatif, tetapi hal ini hanya berlaku untuk perkara-perkaraa kepailitan di
pengadilan niaga.
d. Asas Peradilan Cepat, Singkat dan Biaya
Ringan.
Bahwa suatu menjadi
kenyataan bahwa berperkara di pengadilan tidak pernah selesai dalam waktu
singkat akan tetapi selalu memakan waktu yang cukup lama. Belum lagi berbicara
mengenai biaya ringan sehingga asas ini masih belum dapat terwujud dengan baik.
IV
PENUTUP
-
Penguasa
terhadap suatu asa hukum sangat penting di dalam praktek peradilan khususnya dalam proses peradilan
perdata.
-
Bahwa
suatu asas hukum dalam acara perdata telah terjadi perkembangan yang sejalan
dengan perkembangan atau kebutuhan dalam praktek peradilan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad
Ali. 1990. Mengembara di Belantara
Hukum. Hasanuddin
University Press.
Chair
Arrasyid. 2000. Dasar-dasar Ilmu Hukum. Sinar Grafika.
Mertokusumo,
Sudiko. 1981. Hukum Acara Perdaata. Alumni, Bandung.
Rusli,
Effendi, Ahmad Ali. Poppy Andi Lolo. 1991. Teori Hukum.
Hassanuddin University Press.
Sutjipto.
Retnowulan, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek.
Majalah Varia Peradilan Th. 1987.
Theo,
Huijbers. 1995. Filsafat Hukum, Kanisius.
Undang-undang
No. 14 Tahun 1970 Jo. UU No. 35 Tahun 1999 tentang
Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Perpu No. 1
Tahun 1998 Jo. UU No. 4 Tahun 1999 tentang Kepailitan.
Belum ada tanggapan untuk "Asas-asas Hukum dalam Praktek Peradilan (Teori dan Praktek)"
Post a Comment