Pernyataan Rahim
bahwa defenisi hanyalah suatu ungkapan mengenai ciri-ciri atau atribut dari
suatu gejala atau suatu konsep (1954, Hlm 18), tetapi sebenarnya defenisi hukum
bukan suatu yang objektif karena satu-satunya yang objektif dalam ilmu
pengetahuan adalah gejala. Jadi konsep tentang hukum hanya dibatasi pada
atribut-atribut atau ciri-cirinya yang pantas diberi prediksi hukum tetapi
atribut atau ciri-ciri dirumuskan melalaui metode tersebut akan digunakan pola
sebagai kriteria pengenal dan berdasarkan penggunaannya maka gejala hukum dapat
dipisahkan secara jelas dari gejala sosial yang tidak termasuk dari gejala
hukum, jadi hukum dilihat dari segi keputusan para pemegang otoritas (pemimpin,
kepala suku, hakim, dll) padahal menurut Rodeliffe –Brown dan Malinovsky bahwa
hukum itu tidak ada pada masyarakat primitif karena hukum hanya terbatas pada
masyarakat yang memiliki organisasi politik yang lebih formal karena ini hakiki
dan hukum itu adalah sanksi fisik. Tetapi yang menjadi persoalan bahwa didalam
suatu masyarakat manusia mempunyai beragam kewajiban disamping kewajiban hukum
seperti kewajiban agama, moral, dan lain-lain.
Menurut Karl
Liewellyn dan Adamson Hoebel mengemukakan 4 unsur hakiki dari hukum :
1.
Unsur dapat dilaksanakannya
suatu “Imperatif” (yang memerintahkan bahwa warga dari suatu masyarakat harus
berfungsi sebagai masyarakat tertentu).
2.
Unsur sistem (berarti yang
bersifat hukum itu adalah bahian dari tatanan yang berlangsung).
3.
Unsur supremasi (yang
mengidentifikasi suatu gejala sebagai hukum berdasarkan fakta).
4.
Unsur pengetahuan resmi
(berarti bahwa hukum memiliki arti kwalitas publik).
Keempat unsur di
atas dapat diperincii menjadi gejala yang dinamakan otoritas dalam suatu
kelompok kebudayaan, tetapi dianggap bahwa tanpa adanya petufas yang akan
memaksakan dianggap tahu.
Berdasarkan
penelitian baik kepustakaan maupun dilapangan ada 4 atribut hukum yang sangat
penting :
- Otoritas
- Obligasi (yang disamakan dengan kewajiban)
- Universal
- Sanksi
Kepemimpinan dan Otoritas
Kepemimpinan
merupakan gejala universal yang lahir pada anggota kelompok yang memiliki
pengaruh yang paling besar dalam kelompok itu. Pemimpin menurut Gibb adalah
orang yang paling besar sumbangannya dalam tercapainya tujuan bersama (Gibb,
1966. hlm 89) tetapi yang menjadi persoalan tujuan kelompok bersama itu
terkadang ditentukan sendiri oleh pemimpin kelompok itu.
Tipe Kepemimpinan
Pemimpimpin
berfungsi disamping membuat
keputusan-keputusan secara aktif juga mengarahkan untuk berpartisipasi dalam
pelaksanaan keputusan-keputusan yang kebanyakan bersifat politis jadi tidak
berulang sifatnya dan hal itu juga adalah hak sifatnya.
Tipe-tipe
kepemimpinan seperti yang memaksan dan yang persuasif atau juga otoriter lawan
demokrasi tetapi terkadang muncul juga tipe kepemimpinan kekuatan kasar yang
mengandalkan pada perintah-perintah yang bukan pada kemampuan meyakinkan (Krech
Crutchfield dan Ballachey, 1962. hlm 434) berbeda halnya dengan tipe
kepemimpinan yang demokrasi, yang lebih mengutamakan pada persuasif bukan pada
paksaan sehingga lebih mudah tercapai kekuatan publik dengan kekuatan pribadi.
Jenis Otoritas menurut Rentangan Kekuasaan
Jenis
otoritas menurut rentangan kekuasaan ini sejalan dengan pandangan sosiologis,
psikologi masa kini bahwa kepemimpinan adalah suatu potensi untuk mempengaruhi
artinya seorang pemimpin dianggap memiliki potensi apabila ia sanggup
mempengaruhi pengikut-pengikutnya mematuhi keputusannya serta keinginannya
berdasarkan motif untuk menikmati keuntungan dari hal-hal yang dapat
diberikannya.
Jenis Otoritas menurut
Rentangan Formalitas
Pada
penggolongan ini otoritas dibedakan berdasarkan kriteria formalitas dan dengan
melihat pada derajat formalitas yang dimiliki dan dapat pula dibedakan dalam 2
jenis, yaitu yang ekstrim yakni yang sangat informal dan otoritas yang sangat
formal. Pada jenis pertama sama sekali tidak diadakan upacara penobatan dan
tidak ada pengumuman mengenai pengangkatan dan dalam melaksanakan kekuasaannya
juga tidak ada keterikatan pada hal-hal yang telah ditentukan lebih dahulu. Sedangkan
jenis yang kedua dimana otoritas yang sangat formal, yang hak-haknya,
kewajiban-kewajibannya, peranannya ditentukan oleh UU atau kebiasaan.
Fungsi dri Pemimpin dan Otoritas Legal
Seperti
telah disinggung sebelumnya bahwa pemimpin dapat merubah sikap para pengikutnya
dan bahkan ada penerimaan batiniah terhadap pemimpin dan fungsi kepemimpinan
seperti inilah yang didambakan pada masyarakat Barat yang lebih mementingkan
pada kekuatan tanpa menghiraukan apakah para pengikut menyenangi keputusan-keputusan
itu, tetapi fungsi utama dari kepemimpinan adalah mencapai perubahan kekuatan
eksternal dari warga masyarakat kelompok, sehingga cukuplah untuk merumuskan
bahwa fungsi dari otoritas hukum adalah pembuatan keputusan hukum atau
keputusan yuridis yang secara eksternal diterima oleh masyarakat atau kelompok.
Masyarakat yang menurut Sejumlah Antropologi tidak Memiliki
Kepemimpinan
Obyek
penelitian pada masyarakat Kapauku dimana pada masyarakat itu ada orang yang
dinamakan tanowi artinya orang kaya yang memiliki pengaruh tertentu pada orang
lain. Ada 2 nilai pokok yang ada pada masyarakat Kapauku yaitu penonjolan
individualisme dan kebebasan fisik dari pada warga masyarakat yang kedua adalah
cara pengambilan keputusan serta pelaksanaannya dari orang yang berwewenang dan
jenis-jenis hukuman yang dapat dikenakan. Tetapi bagi masyaakat Kapauku tidak
menyebutnya sebagai pemimpin tetapi lebih tepat dikatakan Primus Inter Pares (yang pertama diantara
orang-orang yang sama derajatnya).
Komentar Penulis
Unsur
utama dari atribut hukum itu sebenarnya bukanlah otoritas atau kepemimpinan
seperti apa yang dikemukakan oleh Karl Liewellyn dan Adamson Hoebel karena
tidak semua hukum itu memiliki otoritas atau kepemimpinan artinya pelaksanaan
dari hukum itu tidak selamanya memerlukan otoritas atau kepemimpinan untuk
memaksakan berlakunya hukum itu. Seperti contoh hukum internasional dimana,
tidak memiliki polisipil atau organ yang memaksakan berlakunya hukum
internasional tersebut dan tidak memiliki hierarki seperti halnya hukum
nasional toh bisa ditaati juga oleh masyarakat internasional.
Jadi
unsur yang paling esensial dari atribut hukum itu sebenarnya adalah kesadaran
hukum masyarakat untuk tunduk pada hukum atau aturan yang ada karena aturan itu
sangat sesuai dengan nilai-nilai intrinsik yang mereka anut. Walaupun pada
dasarnya untuk menyatukan keinginan-keinginan masyarakat yang berbeda-beda
sangat sulit tetapi itulah yang diperlukan adalah keseriusan masyarakat secara
umum untuk menampungnya kemudian memproduknya sebagai hukum. Disamping itu pula
unsur universal dari atribut hukum itu, penulis tidak memberikan ukuran yang
jelas tentang keuniversalan itu apakah dalam skala nasional (bangsa dan negara)
atau dalam skala masyarakat tertentu berdasarkan adat masing-masing daerah.
Karena kalau kita melihat dalam skalan nasional seperti di Indonesia ini sering
terjadi fluralisme hukum dimana berlakunya sistem hukum lebih dari satu seperti
hukum nasional, hukum adat, hukum internasional, hukum Islam, dan hukum barat
yang kesemuanya itu diakui berlakunya dalam negara kita (Indonesia) dan kalau
kita melihat dari segi masyarakatnya keuniversalannya pun tidak pasti karena
terkadang dalam suatu kelompok masyarakat memiliki pemimpin atau otoritas yang
lebih dan sah seperti contoh pada kelompok kubul (orang rimba) yang tinggal di
taman nasional bukit dua belas seperti kelompok sungai terap pimpinan
Temenggung mija, kelompok serengan pimpinan Temenggung Ngenong, kelompok
kejasung kecil dipimpin oleh Ngamal dan lain-lain. (Kompas edisi Rabu 29 Juni
2002) dimana mereka tetapi bisa hidup bergaul bersama-sama walaupun mereka
masing-masing memiliki pimpinan kelompok yang berbeda-beda.
Tipologi
kepemimpinan sebenarnya sangat beraneka ragam tergantung dari sudut pandang
mana orang melihatnya. Seperti halnya tipologi kepemimpinan menurut Prof. Dr.
Sondang P. Siagian, MPA, membagi tipologi kepemimpinan berdasarkan tipe-tipe :
1.
Persepsi seorang pemimpin
tentang peranannya selaku pemimpin
2.
Nilai-nilai yang dianut
3.
Sikap dalam mengemudikan
jalannya organisasi
4.
Perilaku dalam kepemimpinan
5.
Gaya kepemimpinan yang dominan
Berdasarkan
sudut pandang tersebut Sondang P. Siagian membagi tipologi kepemimpinan sebagai
berikut :
1.
Tipe yang otokrasik
2.
Tipe yang paternikstik
3.
Tipe yang kharismatik
4.
Tipe yang laissez faire dan
5.
Tipe yang demokratik baca teori
dan praktek kepemimpinan 1988 hal 27 oleh Prof Dr. Sondang P. Siagian, MPA
Tetapi
yang paling cocok dengan dasar falsafah negara kita (Indonesia) adalah tipologi
kepemimpinan yang demokratik yang lebih menekankan pada persuasi atau keyakinan
bukan pada paksaan jadi masyarakat patut dan taat pada seorang pemimpin bukan
karena takut tetapi karena apa yang disampaikan oleh pemimpin itu betul-betul
sama dengan nilai-nilai intrinsik yang mereka anut tetapu yang kurang kita sekarang
adalah orang yang memiliki tipologi kepemimpinan seperti itu.
Jenis
otoritas menurut rentangan kekuasaan dianggap bahwa kepemimpinan adalah suatu
ptensi untuk mempengaruhi sesuai dengan pandangan sosiologi dan psikologi
tetapi terkadang seorang dulu menjadi pemimpin pun bakat dan potensi yang
dimilikinya untuk mempengaruhi bawahannya setelah posisi kepemimpinan itu ada
padanya. Contohnya seorang yang menjadi presiden atau kepala adat yang dipilih
berdasarkan pemilihan formal maupun informal seluruh keputusannya atau
perintahnya diikuti oleh masyarakatnya setelah dia menjadi presiden atau kepala
adat jadi tidak selamanya potensi kepemimpinan itu ada pada diri seorang calon
pemimpin sebelum dia diangkat menjadi pemimpin.
Belum ada tanggapan untuk "ATRIBUT HUKUM"
Post a Comment