Dystocia
adalah persalinan yang sulit atau suatu keadaan dimana kemajuan persalina
mengalami hambatan / kesulitan.
Untuk
memperkirakan adanya hambatan, kita dapat mengetahuinya pada waktu pemeriksaan
antenatal atau pada waktu sipenderita datang sewaktu akan melahirkan.
Sebab-sebab dystocia dapat tercetak pada “3P” yaitu :
- “ Power “; Kelainan tenaga yang mendorong anak keluar /
kelainan his.
Distocia
ini karena kekuatan yang mendorong akan keluar kurang kuat atau his yang tidak
normal dalam kekauatan atau sifatnya menyebabkan bahwa rintangan pada jalan
lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat diamati, sehingga
persalinan mengalami hambatan atau kemacetan misalnya karena cicatrix baru pada
dinding perut, Gernia, diastase museklus rectus, abdominlis atau karena sesak
nafas.
- “Passenger “ ; kelainan pada fecus / janis
yaitu besarnya,
oresentasi atau posisinya
- “ Passage ” ; kelaianan jalan lahir
Kelainan dalam
ukuran atau bentuk jalan lahir bisa menghalangi kemajuan persalinan atau
menyebakan kemacetannya misalnya panggul sempit, tumor – tumor yang
mempersempit jalan lahir.
FAKTOR
HAMBATAN KARENA TENAGA (HIS)
Jenis-jenis kelainan his
INERTIA
UTERI
Yang dinamakan
merbia uteri ialah pemanjangan fase catent atau fase aktif atau kedua-duanya
dari kala pembukaan.
Disini his
bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu
daripada bagian-bagian lain : peranan fundus tetap menonjol. Kelainannya
terletak dalam hal bahwa kontraksi uterus lebih lama, singkat, dan jarang
daripada biasa. Keadaan umum penderita biasanya baik, dan rasa nyeri tidak
seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya tidak banyak bahaya, baik bagi ibu
maupun bagi janin, kecuali jika persalinan berlangsung terlalu lama; dalam hal ini
morbiditas ibu dan mortalitas janin naik.
Baik tidaknya
his dinilai dengan :
- Kemajuan persalinan
- Sifatnya his : frekuensi, kekuatan dan lamanya his
Kekuatan his
dinilai dengan menekan dinding rahim pada puncak kontraksi.
- Besarnya caput succedaneum
Kekuatan his
tidak bolej dinilai dari perasaan nyeri penderita. His itu diketahui kurang
kuat kalau :
-
Terlalu lemah
-
Terlalu pendek
-
Terlalu jarang
Dulu inertia
uteri dibagi dalam :
a.
Inertia uteri primer ialah
kalau his lemah dari permuaan persalinan atau kelainan his timbul pada
permulaan persalinan.
b.
Inertia uteri sekunder ialah
kalau mula-mula his baik tapi kemudian, menjadi lemah karena otot-otot rahim
lelah jika persalinan berlangsung lama (mertia kelelahan) atau kelainan his
timbul setelah berlangsungnya his kuat uintuk waktu yang lama.
Dalam menghadapi
inertia uterus harus diadakan penilaian yang seksama untuk menentukan sikap
yang harus diambil. Jangan dilakukan tindakan tergesa-gesa untuk mempercepat
lahirnya janin, sebaliknya harus dijaga jangan sampai keadaan berlarut-larut.
Tidak dapat diberikan waktu yang pasti, yang dapat dipakai sebagai pegangan
untuk membiat diagnosis inertia uteri, atau untuk memulai terapi aktif.
Diagnosis inertia uteri paling sulit dalam masa laten; untuk hal ini diperlukan
pengalaman. Kontraksi uterus yang disertai rasa nyeri, tidak cukup untuk
membuat diagnosis bahwa persalinan sudah mulai. Untuk sampai kepada kesimpulan
ini diperlukan kegiatan bahwa sebagai akibat kontraksi itu terjadi perubahan
ceruit, yakni pendataran dan/atau pembukaan. Kesalahan yang sering dibuat ialah
mengobati seorang penderita untuk inertia uteri, padahal persalinan belum mulai
(fase labour).
Dalam obstetri
modern partus lama dengan kehabisan tenaga ibu tidak boleh terjadi. Maka mertia
uteri sekunder menurut pengertian yang telah dijelaskan tadi jarang
diketemukan, walau begitu di Indonesia mertia uteri karena kelelahan masih
sering terjadi.
1/ INERTIA UTERI HYPOTONIS
Inertia
uteri hyportonis yaitu kekuatan his kurang dari frekuensinya jarang atau dimana
kontraksi terkoordinasi tapi lemah hingga menghasilkan tekanan yang kurang dari
15 mmHg.
His
kurang sering dan pada puncak kontraksi dinding rahim masih dapat ditekan
kedalam. Pada his yang baik tekanan intrautein mencapai 50 – 60 mmHg.
Biasanya terjadi
dalam fase aktif atau kala II, maka dinamakan juga kelemahan his sekunder.
Asphyxia anak jarang terjadi dan retensi terhadap pitocin baik sekali. Mertia
uteri hypotonis dapat terjadi pada fase laten disebut inertia uteri primer dan
jika terjadi pada fase aktif disebut inertia uteri sekunder.
ETIOLOGI
1. Keadaan umum penderita kurang baik
2.
Disproporsi
sfalo pelvik (CPD)
3.
“Over
distanded uterus” (gamelli, hidramnion
4.
Grande
multipara
5.
Primipara
6.
Emosi
penderita yang tidak baik
PENATALAKSANAAN
1.
Perbaikan
keadaan umum penderita (anemia, gizi, dll)
2.
Penerangan
yang baik untuk penderita tentang persalinan yang akan diharapinya.
3.
Pada
inertia uteri primer :
a.
12
jam setelah penderita inpartus, segera nilai kemajuan partusnya.
Bila pembukaan serviks (3 jam porsio
masih tebal) 1 cm diberikan sedatif. Hindari penderita dalam “fase labour”
b.
1-24
jam his masih tetap ada, dilakukan amiotomi dan infus pitocin (dirumah sakit).
4.
Pada
inertia uteri sekunder :
a.
Nilai
: apakah ada CPD atau tidak
b.
Bila
ada CPD, rencanakan seksio sesarea (dirumah sakit). Dan kalau tidak ada CPD
lakukan infus pitolin, infus pitolin : pitolin/sintosina Su dalam 500 cc
glukosa 5% mulai 8 tetes permenit, dinaikkan 4 tetes tiap 15 menit sampai his
yang diinginkan. Bila sampai lebih dari 60 tetes tetap tidak ada reaksi,
hentikan.
Syarat : persalinan sudah mulai (bukan
fase labour) dan tidak ada CPD. Kontra indikasi pada ibu secara absolut adalah
CPD, letak lintang dan tumor. Sedangkan secara relatif adalah inertia uteri
hypertonis, parut bekas sc / miomektomi, grandumulti gravida dan gamelli.
Kontraindikasi pada anak adalah gawat
bayi.
Komplikasi : tetania uteri, anak mati,
syock pitolin dan ruptura uteri.
c.
Setelah
his baik, nilai kemajuan persalinan dalam 12 jam, jika tidak ada kemajuan,
rencanakan seksio sesarea.
i. Pada akhir kala I adalah pada kala II,
persalinan dapat diakhiri dengan ekstraksi vacum atau eunam bila syarat –
syarat telah dipenuhi.
2/ INERTIA
UTERI HYPERTONIS
Dimana kontraksi tidak terkoordinasi,
misalnya : kontraksi segmen terjadi lebih kuat dari segmen atas, inertia uteri
ini sifatnya hypertonis, sering disebut inertias spartis. Pasien biasanya
sangat kesakitan. Inertia uteri hypertonis terjadi dalam fase laten, maka
dinamakan mertia primer. Tanda-tanda foetal distress cepat terjadi. Inertia
uteri gypeotenis dapat berupa inccordinate uteri action dan tetania uteri.
Penyebab lain inetia uteri ini ialah rangsangan pemakaian uterotonika yang
berlebihan pada kehamilan (persalinan).
PENATALAKSANAAN
Pemberian sedatif atau pengobatan yang
terbaik adalah morphin 10 mg atau pethidin 50 mg dengan maksud menimbulkan
relaksasi dan istirahat dengan harapan bahwa setelah pasien itu bangun kembali
timbul his yang normal. Mengingat bahaya infoksi intrapastum, kadang-kadang
dicoba juga exytocin tapi dalam larutan yang lebih lemah. Tapi kalau his tidak
terjadi baik dalam waktu yang tertentu atau tidak berhasil lebih baik dilakukan
seksio sesarea.
PERBEDAAN ANTARA INERTIA HYPOTONIS DAN
HYPERTONIS adalah sebagai berikut :
|
HYPOTONIS
|
HYPERTONIS
|
-
Kejidian
-
Tingkat
persalinan
-
Nyeri
-
Foetal
distress
-
Reaksi
terhadap oxytolin
-
Pengaruh
sedatin
|
-
4%
dari persalinan
-
Fase
aktif
-
Tidak
nyeri
-
Lambat
terjadi
-
Baik
-
Sedikit
|
-
1%
dari persalinan
-
Fase
laten
-
Nyeri
berlebihan
-
Cepat
-
Tidak
Baik
-
Besar
|
Sebab – sebab :
Penggunaan analgesi terlalu cepat,
resempitan panggul, cetak defleksi, kelainan posisi, regangan dinding rahim
(hydramnion, game (1)), perasaan takut dari ibu.
Penyulit :
1.
Inertia
uteri dapat menyebabkan kematian atau tejas kelainan
2.
Kemungkinan
infeksi bertambah, yang juga meninggikan kematian anak.
3.
Kehabisan
tenaga ibu dan dehydrasi : tanda-tandanya pols nail, suhu meninggi, acetonuri,
nafas cepat, meteorismus dan turgor berkurang.
Infus harus diberikan kalau partus lebih
lama dari 24 jam, untuk mencegah timbulnya gejala-gejala di atas.
His yang terlalu kuat dan terlalu efisien
menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang sangat cepat. Partus yang sudah
selesai kurang dari 3 jam, dinamakan partus praecipilatus : sifat his normal,
tonus otot diluar his.
Juga biasa : kelainannya terletak pada
kekuatan his. Bahaya partus praccipitalus bagi ibu ialah terjadinya perlukaan
luas pada jalan lahir, khususnya cervix uteri, vagina dan porineum, sedang bayi
bisa mengalami perdarahan dalam tengkolak karena bagian tersebut mengalami
tekanan kuat dalam waktu yang singkat.
Bilamana his kuat dan ada rintangan yang
menghalangi lagirnya janin, misalnya karena panggul sempit atau kelaianan cetak
janin, dapat diambil lingkaran retraksi patologik (batas antara bagian atas dan
segmen bawah) yang merupakan tanda bahaya akan terjadi reptura uteri. Dalam
keadaan demikian janin harus segera dilahirkan dengan cara yang memberikan
trauma sedikit-sedikitnya bagi ibu dan anak.
Pada persalinan alam dengan ketuban yang
sudah lama pecah, kelainan his ini menyebabkan spasmus sirkuler setempat,
sehingga terjadi penyempitan cavum uteri pada tempat itu. Ini dinamakan
lingkaran kontraksi atau lingkaran knstribsi. Secara teoritis lingkaran ii
dapat terjadi dimana-mana, akan tetapi biasanya ditemukan pada batas antara bagian
atas dan segmen bawah uterus.
Ada kalanya persalinan tidak maju karena
kelainan pada cervik yang dinamakan dystecia servibali. Kelainan ini bisa
primer atau sekunder. Dystocia servikalis dinamakan primer kalau cervix tidak
membuka karena tidak mengadakan relaksasi berhubungan dengan incoordinate
uterine action. Dystecia cervibacis sekunder disebabkan oleh kelainan organis
pada cervix, misalnya karena jaringan parut atau karena carcinoma. Dengan his
kuat cervix bisa robek, dan robekan ini dapat menjalar kebagian bawah uterus.
Oleh karena itu, setiap wanita yang pernah mengalami operasi ada cervix, selalu
harus diawasi persalinannya di Rumah Sakit. Satu sebab yang penting dalam
kelainan his, khususnya inertia uteri, ialah apabila bagian bawah janin tidak berhubungan
rapat dengan segmen bawah uterus seperti misalnya pada kelainan latar janin
atau pada disproporsi sefalopelvik. Akhirnya gangguan dalam pembentukan uterus
pada masa embryonal, misalnya uterus bicornis unicollis, dapat pula
mengakibatkan kelainan his.
DYSTOCIA
KARENA KELAINAN ALAT KANDUNGAN
Bukan hanya kelainan jalan lahir bagian
tulang saja yang dapat menyebabkan hambatan persalinan akan tetapi
bagian-bagian lunak pun dapat menyebabkan kesulitan dalam kehamilan dan
persalinan.
I.
PERINEUM
Perineum,
walaupun bukan alat kelamin, namun selalu terlibat dalam proses persalinan,
apabila cukup lunak dan elastis, maka lahirnya kepala tidak mengalami kesukaran
apa-apa. Biasanya perineum robek, paling sering terjadi ruptura perinei tingkat
II, kadang-kadang tingkat III. Perineum yang kaku menghambat persalinan kala II
yang meningkakan risiko kematian bagi janin, dan menyebabkan kerusakan jalan
lahir yang luas. Keadaan demikian dapat dijumpai pada primigravida yang umumnya
lebih dari 35 tahun, yang lazim disebut primitua. Apabila perineum kaku, maka
robekan sewaktu kepala lahir tidak dapat dihindarkan. Dengan membuat episiotomi
mediolateral yang cukup luas (5-6 cm) ruptura perinei tingkat III dapat dicegah
dan partus kala II dipercepat. Pada perineum yang sempit mudah terjadi ruptura
perinei tingkat III apabila tidak dibuat episiotomi media lateral. Sebaliknya
perineum yang lebar tidak mengakibatkan robekan hingga musculus sphincter
aniexternus, episiotomi medial, yang penjahitannya lebih mudah dan penyembuhannya
lebih sempurna, biasanya cukup aman. Walaupun sangat jarang, akan tetapi ada
baiknya terjadi apa yang disebut ruptura perinei centralis pada perineum yang
sangat lebar. Yakni anak tidak lahir melalui liang kemaluan, melainkan melalui
robekan dinding belakang vagina dan robekan perineum bagian belakang.
II.
VULVA DAN VAGINA
Pada
setiap persalinan vulva dan vagina ikut cedera. Selain itu penyakit dan
kelainan vulva dan vaginan sering pula dijumpai pada wanita hamil seperti :
a.
Kelainan bawaan
Kelainan bawaan
vagina yang cukup sering dijumpai waktu kehamilan dan persalinan ialah septum
vaginae, terutama yang vertikal longitudinal
b.
Varices
Wanita hamil
sering mengeluh tentang melebarnya pembuluh-pembuluh darah ditungkai, vagina
dan vulva dan tentang wasir. Bahaya varices dalam kehamilan dan persalinan,
baik yang divulva/vagina maupun yang ditungkai ialah kemungkinan pecahnya
pembuluh darah. Selain bahaya perdarahan yang mungkin berakibat fatal, dapat
pula terjadi emboli udara. Untuk mencegah, lebih membesarnya varices dan wasir
dengan lanjutnya umur kehamilan dapat dianjurkan supaya wanita sehari-hari
tidak berdiri terlampau lama dan tidak memakai ikat pinggang yang terlampau
kencang.
c.
Edema
Edema vulva
sebagai bendungan lokal atau sebagai bagian edema umum pada mal nutrition atau
preeclampsia dapat dijumpai pada wanita hamil. Pengobatan harus ditujukan
kepada kelainan primernya, misalnya pengobatan preeclampsia, disertai istrahat.
Baring edema vulva dapat pula terjadi dalam persalinan dengan disproporsi
sefalo pelvik, atau apabila wanita mengejar terlampau lama sedang kepala belum
cukup turun. Hal itu mempersulit pemeriksaan dalam dan menghambat kemajuan
persalinan yang akhirnya dapat menimbulkan luas pada jalan lahir
d.
Hematoma
Pembuluh –
pembuluh dara terutama vena, dalam pervis dan genitalia externa dapat pecah
akan kehamilan, pada persalinan atau setelah bayi lahir. Dengan demikian dapat
terjadi hematoma dalam jaringan ikat yang renggang divulva, disekitar vagina,
dan didalam ligamentum latum. Perdarahan tertutup dapat demikian banyaknya,
terutama pada hematoma dalam ligamentum latum, sehingga wanit menderita anemia
berat, bahkan menderita shock. Hematoma vulvae ef vaginae dapat pula terjadi
karena jatuh duduk pada benda keras atau karena coitus yang kasar. Hematoma yang
kecil dapat hilang dengan sendirinya akibat resorpsi, akan tetapi hematoma yang
besar dapat menimbulkan rasa nyeri hebad dan menyebabkan kulit yang menutupinya
menjadi demikian tegangnya. Sehinga setiap saat hematoma dapat pecah.
e.
Peradangan
Peradangan
sering bersamaan dengan peradangan vagina (vulvovaginitis atau valco-cocpitis)
dan dapat terjadi akibat infeksi spesifik, seperti syphilis, gonorrhoea,
trichomoniasis, candidiasis dan amoebiasis, dapat pula akibat kelainan atau
infeksi yang tidak spesifik, seperti eczema. Diabetes mellitus, bartholinitis,
abses dan lusta bartholin.
f.
Condylomata acuminata
Condylomata
acuminata merupakan pertumbuhan pada kulit dan selaput lendir yang menyerupai
jengger ayam jago. Tempat yang sangat disukai ialah vulva dan sekitarnya,
vagina dan portio. Tonjolannya dapat kecil atau besar. Condylomata yang tidak
terlampau besar tidak menimbulkan kesulitan dalam partus, akan tetapi
pertumbuhan yang sangat besar, baik didalam vagina maupun divulva, dapat
menghambat turunnya kelapa atau menyebabkan perdarahan banyak. Karena itu,
beberapa penulis menganjurkan sectio cesare dalam hal demikian.
g.
Fistula
Fistula
visico-vaginalis atau fistula recto vaginalis biasanya terjadi waktu
persalinan, baik sebagai akibat tindakan operatif maupun akibat nekrosis
tekanan. Fistula kecil yang tidak disertai infeksi dapat sembuh dengan
sendirinya. Apabila fistula tidak sembuh spontan oleh salah satu sebab atau
karena fistulanya besar. Maka fistula harus ditutup dengan operasi plastik
(operasi futc) yang baru dilakukan 3 sampai 6 bulan setelah bayi lahir. Pada
fistula yang sudah tertutup baik berkat operasi yang berhasil janin tidak boleh
lahir pervaginaan, melainkan harus ditolong dengan sectio cesarea abdominal.
h.
Kista vagina
Kista vagina
biasanya kecil dan besar dari ducfus bartnei, atau ducfus mulleri. Letaknya
laferal dalam vagina bagian proksimal, ditengah atau distal dibawah oricium
urethrae exterhum. Isi kista cairan jernih dan dindingnya ada yang sangat
tipis, ada pula yang agak tebal. Wanita tidak mengalami kesulitan waktu
persetubuhan dan persalinan jarang sekali kista ini demikian besarnya, sehingga
menghambat turunnya kepala dan perlu dipunksi, atau pecah akibat tekanan
kepala. Kista kecil yang tidak melebihi buah dulu biasanya tidak diketahui oleh
penderita dan tidak perlu diapa-apakan. Akan tetapi, kista yang besar dan
disadari oleh wanita lebih apabila disertai keluhan.
i.
Vulva
Atresia vulvae
(tertutupnya vulva) ada yang bawaan dan ada yang diperoleh misalnya karena
radang atau trauma. Tentu atresi yang sempurna menyebabkan kemandulan dan yang
menyebabkan dystocia hanyaatresi yang inkomplit.
j.
Vagina
Pada vagina
dapat terjadi :
-
Atresi
-
Adanya sekaf
-
Tumor vagina
III.
CERVIX
Kelainan yang
penting berhubungan dengan persalinan ialah :
-
Atresi
-
Conglutinatio orificii externi
: portio mendatar dan menjadi tipis sekali tetapi orificium exterhum tetap
kecil dengan pingir yang tipis.
Kalau ujung jari
dimasukkan kedalam orificrum ini, biasanya pembukaan dengan cepat membesar
sampai lengkap.
-
Cicatrices pada cervix dapat
terjadi karena infeksi atau operasi
-
Cervix yang kaku terdapat pada
primitua, sebagai akibat infeksi atau operasi dan pada elongatio colli.
IV. UTERUS
v Retroflexio uteri
Retroflexio
uteri gravidi yang tetap, menimbulkan abortus atau retroflexio uter gravidi
inearcerata.
Jarang sekali
kehamilan pada uterus dalam refloflecio mencapai umur cukup bulan
Jika ini
terjadi, maka pada partus dapat terjadi ruptura uteri.
v Prolapsus uteri
Biasanya
prolapsus uteri yang inkomplit berkurang karena setelah bulan ke IV uterus naik
dan keluar dari rongga panggul kecil. Tetapi ada kalanya perfio tetap nempak
dalam vulva disebabkan elongatio colli. Kadang-kadang porfio ini menjadi
oedemateus dan dapat menimbulkan dystocia.
v Tumor-tumor alat kandungan yang dapat menjadi rintangan :
-
Ginjal ektopik
-
Batu kandung kencing
Belum ada tanggapan untuk "DYSTOCIA KELAINAN HIS DYSTOCIA KELAINAN ALAT KANDUNGAN"
Post a Comment