Tes merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan dalam rangka melaksanakan kegiatan pengukuran, yang didalamnya terdapat berbagai pertanyaan, pernyataan atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik untuk mengukur aspek perilaku peserta didik. Dalam rumusan ini terdapat beberapa unsur penting, yaitu :
Pertama, tes merupakan suatu cara atau teknik yang disusun secara sistematis dan digunakan dalam rangka kegiatan pengukuran.
Kedua, di dalam tes terdapat berbagai pertanyaan dan pernyataan atau serangkaian tugas yang harus dijawab dan dikerjakan oleh peserta didik.
Ketiga, tes digunakan untuk mengukur suatu aspek perilaku peserta didik.
Keempat, hasil tes peserta didik perlu diberi skor dan nilai.
Tes dapat dibedakan atas beberapa jenis, dan pembagian jenis-jenis ini dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang. Heaton (1988), misalnya, membagi tes menjadi empat bagian, yaitu tes prestasi belajar (achievement test), tes penguasaan (proficiency test), tes bakat (aptitude test), dan tes diagnostik (diagnostic test). Untuk melengkapi pembagian jenis tes tersebut, Brown (2004) menambahkan satu jenis tes lagi yang disebut tes penempatan (placement test). Dalam bidang psikologi, tes dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian, yaitu :
- Tes intelegensia umum, yaitu tes untuk mengukur kemampuan umum seseorang.
- Tes kemampuan khusus, yaitu tes untuk mengukur kemampuan potensial dalam bidang tertentu.
- Tes prestasi belajar, yaitu tes untuk mengukur kemampuan aktual sebagai hasil belajar.
- Tes kepribadian, yaitu tes untuk mengukur karakteristik pribadi seseorang.
Berdasarkan jumlah peserta didik, tes hasil belajar dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu tes kelompok dan tes perorangan. Tes kelompok, yaitu tes yang diadakan secara kelompok. Disini guru akan berhadapan dengan sekelompok peserta didik. Tes perorangan yaitu tes yang dilakukan secara perorangan (individual). Disini guru akan berhadapan dengan seorang peserta didik.
Dilihat dari cara penyusunannya, tes dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu :
1. Tes Buatan Guru (teacher-made test)
Tes buatan guru adalah tes yang disusun sendiri oleh guru yang akan mempergunakan tes tersebut. Tes ini biasanya digunakan untuk ulangan harian, formatif, dan ulangan umum (sumatif). Tes buatan guru ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang sudah disampaikan. Untuk itu, Anda harus membuat soal secara logis dan rasional mengenai pokok-pokok materi apa saja yang patut dan seharusnya ditanyakan sebagai bahan pengetahuan penting untuk diketahui dan dipahami oleh peserta didiknya. Kualitas tes atau tingkat kesahihan dan keandalannya masih belum menjamin keobjektifannya, sebab hanya diberikan kepada sekelompok peserta didik, kelas, dan madrasah tertentu saja. Jadi, masih bersifat sektoral, karena belum diujicobakan kepada sekelompok besar testi, sehingga pengukurannya masih belum meyakinkan.
Begitu juga tingkat kesukaran itemnya tidak didasarkan atas sifat-sifat atau karakteristik peserta didiknya. Mereka dianggap memiliki taraf berpikir dan taraf penguasaan materi yang sama. Padahal, setiap peserta didik secara psikologis mempunyai kemampuan yang berbeda. Oleh sebab itu, sebaiknya item-item tes disusun secara cermat berdasarkan tingkat kemampuan individu yang heterogen, sedangkan penjelasan-penjelasan yang bersifat umum bisa sama. Tes buatan guru bersifat temporer, artinya hanya berlaku pada saat tertentu dan situasi tertentu pula. Pada kesempatan lain belum tentu tes tersebut dapat digunakan, karena mungkin berubah, baik bentuk itemya maupun kapasitas peserta didiknya.
Ada tes buatan guru yang bersifat hafalan semata, dan ada pula yang bersifat analitis. Anda sebagai guru yang profesional tentu akan menyusun soal yang berimbang dari kedua sifat tersebut. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik dapat mengetahui siapa yang mempunyai kemampuan yang mantap dalam mengingat atau menghafal sesuatu, dan siapa pula yang mempunyai daya pikir yang kritis, analitis, luas dan asosiatif. Situasi terakhir inilah yang harus diciptakan guru.
2. Tes yang Dibakukan (standardized test)
Tes yang dibakukan atau tes baku adalah tes yang sudah memiliki derajat validitas dan reliabilitas yang tinggi berdasarkan percobaan-percobaan terhadap sampel yang cukup besar dan representatif. Tes baku adalah tes yang dikaji berulang-ulang kepada sekelompok besar peserta didik, dan item-itemnya relevan serta mempunyai daya pembeda yang tinggi. Di samping itu, tes baku telah diklasifikasikan sesuai dengan tingkat usia dan kelasnya. Tes baku biasanya telah dianalisis secara statistik dan diuji secara empiris oleh para ahli (pakar), karena itu dapat dinyatakan sahih (valid) untuk digunakan secara umum. Pengolahan secara statistik dimaksudkan untuk mencari derajat kesahihan dan keandalan serta daya pembeda yang tinggi dari setiap item, sehingga soal itu betul-betul tepat diberikan dan dapat dijadikan alat pengukur kemampuan setiap orang secara umum. Sedangkan pengujian secara empiris dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan setiap item. Tes baku bertujuan untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam tiga aspek, yaitu kedudukan belajar, kemajuan belajar, dan diagnostik.
Untuk mengetahui kedudukan belajar, setiap peserta didik dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya, setingkat madrasah, atau setingkat dari beberapa madrasah. Tes ini dilakukan pada tingkat tertentu dan waktu tertentu saja. Tes baku juga digunakan untuk mengukur kemajuan belajar peserta didik dalam mata pelajaran tertentu. Artinya, jika guru telah selesai membahas satu atau beberapa pokok bahasan dari mata pelajaran tertentu, guru bisa memberikan ulangan harian atau ulangan umum pada setiap semester. Adakalanya tes itu diberikan beberapa kali, sehingga kemajuan atau kemunduran belajar peserta didik dapat diketahui. Tes untuk kemajuan belajar inilah yang paling sering dan umum dilakukan oleh setiap guru dalam kegiatan pembelajaran, baik untuk laporan kemajuan belajar peserta didik maupun untuk keperluan seleksi. Adapun pelaksanaannya dapat dilakukan secara tertulis, lisan dan perbuatan, bergantung kepada tujuan dan materinya.
Tes baku bertujuan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan peserta didik dalam menguasai materi pelajaran tertentu secara luas. Tes ini berisi materi-materi yang disusun dari yang termudah sampai yang tersukar serta terdiri atas cakupan yang luas. Dewasa ini tes diagnostik telah banyak dilakukan pada semua sekolah untuk semua tingkatan. Tes diagnostik biasanya dilakukan serempak pada beberapa sekolah dalam waktu yang sama dengan materi tes yang sama. Hasil tes diagnostik akan menunjukkan kelebihan dan kekurangan tertentu dari sekolah tertentu.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan tes baku, antara lain :
- Aspek yang hendak diukur. Dalam keterangan tes tersebut dijelaskan aspek apa saja yang hendak diukur, misalnya kemampuan membaca, perbendaharaan pengetahuan umum, sikap, minat, kepribadian.
- Pihak penyusun. Nama orang, baik secara individual maupun kelompok ataupun organisasi yang merancang tes itu, perlu dicantumkan dalam tes tersebut. Misalnya, tes bahasa Inggris yang diselenggarakan oleh Modern Language Association (TEOFL) oleh College Entrance Examination Board and Educationaal Testing Service, tes masuk perguruan tinggi negeri yang sekarang kita kenal dengan istilah SNM-PTN. Nama pihak penyusun tes akan memberikan jaminan mutu dan kesahihan tesnya.
- Tujuan penggunaan tes. Tujuan penggunaan tes perlu dirumuskan dengan jelas dan tegas, sehingga tidak mengaburkan tester dalam mengambil kesimpulan tentang peserta didik. Ada tujuan tes untuk diagnostik, ada pula untuk mengetahui hasil belajar peserta didik. Semua itu harus dicantumkan dalam keterangan tentang tes tersebut. Jika tujuan penggunaan tes tidak diketahui atau diabaikan, maka fungsi tes tersebut akan hilang dan tidak akan mencapai apa yang diharapkan. Dengan demikian, tester akan memperoleh gambaran yang keliru tentang testi, akhirnya kesimpulan yang ditarik daripadanya akan salah pula.
- Sampel. Dalam tes itu disebutkan pula sampel yang akan digunakan dan variasi heterogenitasnya untuk dikenai tes tersebut. Selain itu dinyatakan pula lamanya waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tes itu dan berapa kali tes itu dapat dicobakan kepada testi yang sama atau berlainan. Jika ketentuan tentang sampel, waktu, dan frekuensi pelaksanaan ini kurang ditaati, fungsi tes itu akan kurang meyakinkan.
- Kesahihan dan keandalan. Agar tes tersebut sahih (valid) dan andal (reliabel), maka ketentuan-ketentuan tentang cara atau langkah-langkah yang ditempuh harus dipatuhi, baik oleh tester maupun oleh testi, sehingga pelaksanaannya dapat berjalan dengan lancar tanpa mengalami kesulitan yang berarti. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kesahihan dan keandalan suatu tes.
- Pengadministrasian. Ketentuan-ketentuan pokok mengenai pengadministrasian suatu tes perlu disusun secara teratur dan baik sesuai dengan fungsi administrasi itu sendiri, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pada penilaian. Dalam perencanaan perlu dimuat waktu, bahan atau materi, tujuan dan cara pelaksanaannya. Sedangkan dalam pelaksanaan perlu dimuat tempat atau ruangan dimana tes itu dilaksanakan, pengawas tes, dan jumlah peserta didik yang mengikuti tes tersebut. Dalam penilaian perlu dimuat teknik atau prosedur mengolah data, sehingga data tersebut dapat memberikan makna bagi semua pihak. Oleh sebab itu, Anda harus membuat laporan untuk orang tua , pemerintah, kepala madrasah dan peserta didik itu sendiri.
- Cara menskor. Setelah tes dilaksanakan dan data sudah terkumpul, selanjutnya perlu diolah. Dalam pengolahan harus diperhatikan pendekatan penilaian yang digunakan, standar norma, passing grade, dan peringkat (ranking). Untuk pendekatan penilaian dapat digunakan penilaian acuan patokan (criterion- referenced assessment) atau penilaian acuan norma (norm-referenced assessment). Hal ini bergantung kepada tujuan dan maksud evaluasi itu sendiri. Begitu juga dengan standar norma, ada standar 0 – 4, 0 – 10 dan 0 – 100. Standar norma yang digunakan harus disesuaikan dengan kebutuhan. Di samping itu, perlu pula ditentukan batas lulus (passing grade) dan peringkat (ranking) dari keseluruhan testi agar guru dapat mengetahui kedudukan seorang peserta didik dibandingkan dengan peserta didik lainnya. Semua catatan dan keterangan mengenai skoring tes ini harus didokumentasikan dalam suatu berkas dan dibuat laporan pemeriksaan untuk dijadikan bahan pedoman dalam pelaksanaan tes berikutnya. Dokumen ini harus dirahasiakan bagi siapapun. Pada zaman modern sekarang ini, ketika teknologi sudah semakin canggih, pelaksanaan penskoran dan penentuan batas lulus dapat dilakukan dengan cepat dan tepat oleh pesawat komputer di samping secara manual.
- Kunci jawaban. Biasanya pada lembaran soal dilampirkan kunci jawaban sekalian untuk dijadikan dasar dalam pemeriksaan. Ada kalanya lembar kunci jawaban ini disatukan dengan petunjuk pelaksanaan, skoring, dan tata tertib tes. Pada tes tertulis berbentuk esai, kunci jawabannya hanya memuat pokok-pokok materi yang penting saja yang harus dicantumkan oleh testi sebagai syarat dalam tesnya. Sedangkan dalam tes tertulis berbentuk objektif, kunci jawabannya memuat jawaban yang pasti. Di samping itu, ditetapkan pula ketentuan-ketentuan mengenai cara menggunakan kunci jawaban agar tidak salah penggunaannya.
- Tabel skor mentah (raw score) dan skor terjabar. Selain lampiran-lampiran peraturan mengenai pelaksanaan tes, disertakan pula tabel-tabel yang diperlukan untuk pengolahan skor mentah ke dalam skor terjabar serta petunjuk pelaksanaannya.
- Penafsiran. Akhirnya, setelah seluruh tes itu rampung dikerjakan sampailah kepada penafsiran tentang hasil tes itu. Kecenderungan apa yang dapat kita temukan dan bagaimana keputusan serta kesimpulannya, akan diperoleh setelah diadakan penafsiran data.
Ketentuan-ketentuan di atas merupakan ketentuan pokok yang harus diperhatikan dalam melaksanakan suatu tes, sehingga hasil tes dapat memenuhi standar yang kita harapkan. Dalam penyelenggaraan suatu tes hendaknya dibentuk suatu panitia dengan beberapa staf anggotanya serta pembagian kerjanya (job description). Di samping itu, disusun pula jadwal kerja panitia, dan yang tidak kurang pentingnya adalah tersedianya dana untuk pembiayaan tes tersebut.
Berdasarkan aspek pengetahuan dan keterampilan, maka tes dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu tes kemampuan dan tes kecepatan.
1. Tes Kemampuan (power test)
Prinsip tes kemampuan adalah tidak adanya batasan waktu di dalam pengerjaan tes. Jika waktu tes tidak dibatasi, maka hasil tes dapat mengungkapkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya. Sebaliknya, jika waktu pelaksanaan tes dibatasi, maka ada kemungkinan kemampuan peserta didik tidak dapat diungkapkan secara utuh. Artinya, skor yang diperoleh bukan menggambarkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya. Namun demikian, bukan berarti peserta didik yang paling lambat harus ditunggu sampai selesai. Tes kemampuan menghendaki agar sebagian peserta didik dapat menyelesaikan tes dalam waktu yang disediakan. Implikasinya adalah guru harus menghitung waktu pelaksanaan tes yang logis, rasional, dan proporsional ketika menyusun kisi-kisi tes.
2. Tes Kecepatan (speed test)
Aspek yang diukur dalam tes kecepatan adalah kecepatan peserta didik dalam mengerjakan sesuatu pada waktu atau periode tertentu. Pekerjaan tersebut biasanya relatif mudah, karena aspek yang diukur benar-benar kecepatan bekerja atau kecepatan berpikir peserta didik, bukan kemampuan lainnya. Misalnya, guru ingin mengetes kecepatan berlari, kecepatan membaca, kecepatan mengendarai kendaraan, dan sebagainya dalam waktu yang telah ditentukan.
Selanjutnya, dilihat dari bentuk jawaban peserta didik, maka tes dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan.
Tes tertulis atau sering disebut paper and pencil test adalah tes yang menuntut jawaban dari peserta didik dalam bentuk tertulis. Tes tertulis ada yang bersifat formal dan ada pula yang bersifat nonformal. Tes yang bersifat formal meliputi jumlah testi yang cukup besar yang diselenggarakan oleh suatu panitia resmi yang diangkat oleh pemerintah. Tes formal mempunyai tujuan yang lebih luas dan didasarkan atas standar tertentu yang berlaku umum. Sedangkan tes nonformal berlaku untuk tujuan tertentu dan lingkungan terbatas yang diselenggarakan langsung oleh pihak pelaksana dalam situasi setengah resmi tanpa melalui institusi resmi. Tes tertulis ada dua bentuk, yaitu bentuk uraian (essay) dan bentuk objektif (objective).
Menurut sejarah, yang ada lebih dahulu adalah bentuk uraian. Mengingat bentuk uraian ini banyak kelemahannya, maka orang berusaha untuk menyusun tes dalam bentuk yang lain, yaitu tes objektif. Namun demikian, tidak berarti bentuk uraian ditinggalkan sama sekali. Bentuk uraian dapat digunakan untuk mengukur kegiatan-kegiatan belajar yang sulit diukur oleh bentuk objektif. Disebut bentuk uraian, karena menuntut peserta didik untuk menguraikan, mengorganisasikan dan menyatakan jawaban dengan kata-katanya sendiri dalam bentuk, teknik, dan gaya yang berbeda satu dengan lainnya. Bentuk uraian sering juga disebut bentuk subjektif, karena dalam pelaksanaannya sering dipengaruhi oleh faktor subjektifitas guru. Dilihat dari luas-sempitnya materi yang ditanyakan, maka tes bentuk uraian ini dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu uraian terbatas (restricted respons items) dan uraian bebas (extended respons items).
Belum ada tanggapan untuk "Memahami Jenis Tes Evaluasi Pembelajaran "
Post a Comment