Komunikasi internasional merupakan salah satu bidang, arena dan konteks dalam ilmu komunikasi. Fenomena komunikasi internasional sangat luas, sehingga ada semacam tuntutan untuk membuat batasan. Setidaknya bila merambah ranah disiplin ilmu lain tetapi bisa diperlihatkan sisi-sisi perbedaannya sebagai bagian dari ilmu komunikasi. Meskipun sudah diusahakan untuk membatasi, bisa saja tetap terjadi tumpang tindih dengan aspek-aspek disiplin ilmu yang lain.
Oleh karena itu, penelusuran studi komunikasi internasional dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori. Pertama, fenomena arus informasikomunikasi global yang menjadi pembahasan dominan sarjana komunikasi, yaitu media internasional (Asante & Gudykunst, 1989). Kedua, fenomena-fenomena yang meliputi komunikasi politik internasional, hubungan internasional, dan hubungan antarbudaya (Sastropoetro, 1991).
Ilmu komunikasi sebagai disiplin yang relatif muda sering dianggap selintas oleh berbagai sarjana dari disiplin ilmu lain yang lebih tua seperti psikologi dan sosiologi. Oleh karena itu, bagi para sarjana yang menggeluti ilmu komunikasi memiliki tanggungjawab moral untuk membangun kemandirian ilmu komunikasi. Namun, banyak sarjana yang sewenang-wenang dalam melaksanakan tugas keilmuan ini. Selain itu, ilmu komunikasi bukan recycle bin (keranjang sampah) dari ilmu alam dan sosial.
Posisi ilmu komunikasi sama dengan ilmu lain yang memiliki ontologi, epistemologi, dan aksiologi keilmuan serta merupakan disiplin yang mandiri, otonom dan sederajat dengan ilmu-ilmu lain. Perkembangan ilmu komunikasi, termasuk topik komunikasi internasional, tergantung pada fenomena kehidupan manusia yang semakin mengglobal dan kesatuan pemikiran para sarjana ilmu komunikasi sendiri. Ilmu komunikasi bukan pula bersifat seperti bunglon, yang selalu berubah warna di tempat yang berbeda-beda sesuai dengan warna tempat yang ditinggalinya.
Oleh karenanya, para sarjana ilmu komunikasi boleh saja menggabungkan ilmu komunikasi dengan ilmu sosial yang lain, seperti hukum, lingkungan, ekonomi, spiritual dan sebagainya. Namun, harus berangkat dari pemikiran dasar yang jelas argumentasinya. Bukan semata-mata pemikiran arbitrari. Penggabungan ilmu komunikasi dengan ilmu sosial atau gejala sosial yang lain harus konkret, mendasar, dan memperlihatkan perbedaan, termasuk kajian komunikasi internasional.
Mulanya, komunikasi internasional merupakan spesialisasi dari komunikasi massa. Sebab komunikatornya adalah lembaga atau individu yang dilembagakan seperti presiden, perdana menteri atau raja, pemerintah, negara, atau organisasi yang dibentuk untuk melakukan kegiatan komunikasi yang sifatnya internasional.
Sebagian besar sarjana ilmu komunikasi, Uni Eropa, AS, dan Indonesia, mengkaji fenomena komunikasi internasional dalam tiga perkembangan. Pertama, studi awal yang didominasi dunia pers (media cetak), tetapi selanjutnya concern pada media broadcasting transnasional. Kedua, perkembangan populer yang terfokus pada pengaruh arus informasi-komunikasi global dan teknologi software pada kondisi domestik suatu negara, baik hukum, sosial, ekonomi maupun budaya, terutama identitas bangsa. Ketiga, masih berpusar pada kondisi kedua, kurang lebih dari dua dekade fokus studi tertuju pada Tatanan InformasiKomunikasi Dunia Baru. Terutama perdebatan seputar terjadinya ketidakseimbangan arus informasi-komunikasi dari negara Utara (AS dan Uni Eropa) menuju negara Selatan, sebagai dampak dari ideologi free flow of information and communication yang disepakati PBB 1970-an (Soesanto, 1982; McPhail, 1989; Sastropoetro, 1991; Dahlan, 2000; dan Muis, 2001).
Pada arus yang lain, fenomena komunikasi internasional dikaitkan dengan studi komunikasi politik internasional, hubungan internasional, dan hubungan antarbudaya (Sastropoetro, 1991). Secara terminologi, komunikasi politik internasional (international political communication) lebih berkenaan dengan hubungan antarnegara vis-àvis, yang terkait dengan konflik ekonomi, diplomatik, atau militer, di mana negara-negara yang berkonflik tidak hanya menggunakan kekuatan ekonomi dan militer, namun juga memanfaatkan kekuatan opini publik, seperti yang terjadi pada Era Perang Dingin. Uni Soviet dan Amerika Serikat menggunakan media untuk saling menyerang dan membangun opini dunia (McNair, 1999).
Demikian pula dengan hubungan internasional (international relations), lebih menitikberatkan pada hubungan antarbangsa, pemerintah atau negara berdasarkan hukum internasional yang berlaku, tidak ditekankan pada konflik antarnegara, namun pada hubungan antarnegara, bersifat formal dan ada political will. Pendekatannya mencakup pengertian negara dan kedaulatannya, sistem negara, kekuatan nasional dalam arti luas, politik nasional dan internasional. Dalam kegiatan hubungan secara internasional, digunakan komunikasi.
Hal ini dapat dimengerti, tetapi tidak berarti bahwa hubungan internasional sama dan identik dengan komunikasi internasional. Dalam Encyclopedia Americana IX Vol. 15 Indian/Jeffers (hal. 315), bahwa hubungan internasional “memberikan arti tentang interaksi antarbangsa atau antarindividu dari bangsa yang berbeda-beda. Hubungan ini dapat bersifat politis, kultural, ekonomis atau militer. Dasar pemikirannya berhubungan erat dengan berbagai subjek politik internasional, diplomasi, komunikasi internasional, dan organisasi internasional” (Sastropoetro, 1991).
Hubungan antarbudaya (intercultural relations) merupakan proses pertukaran pemikiran dan makna di antara orang-orang yang berbeda budaya. Hubungan antarkebudayaan dari bangsa satu dengan bangsa yang lain, yang menyangkut pada seni, etiket, tingkah laku dan sebagainya (Maletzke, 1989; bandingkan dengan Soesanto, 1982; Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, 2003). Bahwa dalam hubungan antarbudaya digunakan komunikasi, jelas, tetapi tidak berarti komunikasi antarbudaya adalah komunikasi internasional (Sastropoetro, 1991).
Keseluruhan bidang-bidang kajian tersebut harus dimengerti sebagai basis untuk memahami komunikasi internasional (lihat Soesanto, 1982). Menurut Sastropoetro (1991), “bahwa di antara tiga disiplin: komunikasi internasional, hubungan internasional dan hubungan antarbudaya serta satu lagi adalah komunikasi politik internasional terdapat saling persentuhan, adalah jelas, karena semuanya adalah disiplin ilmu yang diciptakan manusia dan tumbuh sebagai hasil karya manusia. Namun, masing-masing bisa berdiri sendiri, sebab adanya perbedaan-perbedaan teori, konsep, sistem, dan penerapan, oleh negara satu atau negara yang lain”.
Berdasarkan gambaran dan perkembangan teknologi informasi-komunikasi yang mengglobal, dapat disimpulkan bahwa bidang kajian komunikasi internasional (international communication) memiliki dimensi-dimensi, antara lain, komunikasi politik internasional (international political communication), hubungan internasional (international relations) dan hubungan antarbudaya (intercultural relations). Komunikasi internasional merupakan suatu proses komunikasi di antara negara atau bangsa melampaui batas-batasnya (Maletzke, 1989).
Proses komunikasi internasional sesuai dengan perhatian para teoretisi dan peneliti, terutama pada Tatanan Informasi-Komunikasi Dunia Baru (New World Information and Communication Order) diletakkan pada kebebasan arus informasikomunikasi secara internasional. Proses komunikasi internasional ini secara evolusi cenderung mencari kondisi yang lebih adil dan menuju keseimbangan di antara negara-negara dunia. Hak-hak nasional untuk menentukan arah kebijakan informasikomunikasi secara domestik dihargai.
Demikian pula pada level internasional, dalam hubungan antara negara-negara Utara dan Selatan, Barat, dan Timur, atau negara maju dan berkembang, suatu arus informasi dua arah mencerminkan akurasi aspirasi dan aktivitas negara berkembang. Bahkan, karena berbagai fenomena internasional yang sedang berjalan terus menerus, maka dikotomi Barat-Timur, Utara-Selatan, atau Maju-Berkembang mulai mengalami pergeseran memudar.
Seiring dengan perkembangan globalisasi, muncul kemajuan yang tidak terduga secara horisontal dan menyebar di belahan dunia ini. Misalnya, kerjasama India-Cina atau Inggris-Rusia. Perkembangan teknologi informasi-komunikasi telah menumbuhkan hubungan pertukaran hardware, software, engineer lintas negara, dan protokol informasi yang terkait dengan teknologi tersebut. Hal ini membawa seperangkat norma, nilai, dan harapan baru dengan derajat yang berbedabeda pengaruhnya.
Akhirnya, bisa menjadi alternatif budaya dan proses sosialisasi domestik negara pengguna teknologi informasi-komunikasi. Apalagi setelah terjadi revolusi telekomunikasi. Pertama, ekspansi satellite-delivered traffic dalam berbagai tipe termasuk suara, video, dan data. Kedua, perkembangan canggih Integrated Services Digital Network (ISDN). Perkembangan cepat ini berarti menumbuhkan isu baru seperti transborder data flows (TDF), direct broadcast satellites (DBS), informatika, dan informasi ekonomi, yang akan mempengaruhi secara signifikan kajian komunikasi internasional.
Revolusi teknologi informasi-komunikasi juga membawa implikasi terjadinya paradoksal dalam kajian komunikasi internasional. Di satu sisi, inovasi teknologi yang bertumbuh mampu menciptakan infrastruktur global yang canggih secara teknikal. Melalui ISDN dapat diciptakan infrastruktur global seperti konsep televisi global, film global, dan sistem informasi dunia. Di sisi lain, inovasi teknologi juga telah “meruntuhkan” konsep dan konvensi khalayak massa.
Paradoksal lain dari studi komunikasi internasional sebagai implikasi inovasi teknologi dapat diilustrasikan pada komunikasi media. Industri media cetak dengan teknologi sattelite delivery mampu mengembangkan media secara nasional bahkan internasional, seperti USA Today, the Wall Street Journal, Financial Times atau International Herald Tribune yang mudah diperoleh di toko buku atau perpustakaan di Indonesia.
Di samping internasionalisasi media cetak, teknologi juga mampu merekayasa peluang secara terspesialisasi dan lokal. Banyak bertebaran media cetak, majalah atau koran yang didesain khusus untuk memenuhi kepentingan khalayak tertentu di lokal wilayah tertentu. Terlebih lagi, perkembangan audio video, seperti VCD, DVD, televisi kabel, home theatre, alat informasi, dan data; semuanya dapat dinikmati secara individual. Perpaduan teknologi komputer dan komunikasi visual yang melahirkan berbagai tipe telepon genggam, kebutuhan cetak gambar, alat komunikasi, alat penghitung dan data, sudah memasuki alam perdesaan di Indonesia.
Belum ada tanggapan untuk "Konstruksi Komunikasi Internasional"
Post a Comment