Alam semesta merupakan bagian yang tidak terlepas dari dunia sains, dan astronomi merupakan cabang ilmu sains yang membahas hal tersebut. Perspektif pemikiran sains di bidang astronomi sampai saat ini masih menjadi perdebatan paradigma yang tidak kunjung usai. Buktinya saat ini banyak yang menganggap penemuan yang dilakukan NASA dianggap tidak benar.
Akhir-akhir ini ramai dibincangkan tentang hal yang sudah tidak asing dan telah lama menjadi perdebatan para ilmuan, yaitu mengenai pusat tata surya sebenarnya. Amerika Serikat, yang dikabarkan pernah berhasil mengirimkan manusia pertama di bulan, dan bahkan bermimpi mempunyai keinginan akan menjejakkan kaki untuk pertama kalinya di mars pada tahun 2030 ini ternyata di dapatkan kabar yang mengejutkan tentang hasil survei penelitian. Dalam sebuah lembaga survei yang telah dilakukan pada tahun 2012 dengan melibatkan 2.200 responden, dengan pertanyaannya “Apakah Bumi yang berputar mengelilingi Matahari atau sebaliknya, Matahari yang mengelilingi Bumi?” ternyata menghasilkan jawaban di luar dugaan. National Science Foundation mengungkapkan bahwa 1 dari 4 responden menjawab yang kedua, ini dianggap olehnya sebuah kondisi yang mengkhawatirkan soal pendidikan sains di seluruh AS (Kristanti, 2014).
Banyaknya paradigma yang berbeda oleh ilmuan tentang teori pusat alam semesta, menjadikan kita harus kembali meninjau ulang dasar keilmuan yang di dapat dari tingkat sekolah yang mengatakan matahari adalah pusat tata surya. Tinjauan ini perlu di dasarkan oleh bukti empiris yang bersesuaian dengan teori dan hasil yang relevan.
Paradigma Lama
Teori Matahari sebagai pusat alam semesta pertama kali dicetuskan oleh Seorang ilmuwan Yunani yang bernama Aristarchus (abad ke-3 SM). Pendapat ini kemudian dibantah oleh seorang filosof Yunani lain yang bernama Aristoteles yang hidup pada tahun 384-322 SM, dan tidak ada bantahan selama 15 Abad. Lalu diperkuat oleh seorang ilmuwan yang bernama Ptolomeus yang hidup pada tahun 151-127 SM dan tidak dibantah selama 12 Abad.
Kemudian Nicolas Copernicus yang hidup pada tahun 1473-1543 M membaca buku-buku Aristarchus, akhirnya memunculkan kembali teori bahwa bumi dan planet-planet lainnya berputar mengelilingi matahari. Copernicus menganggap bahwa tata surya yang berpusat pada Matahari lebih logis dan indah, namun tidak memiliki bukti yang pasti. Kepler menemukan bahwa hukum yang mengatur orbit menjadi jauh lebih sederhana jika Matahari ada di pusat. Newton telah menunjukkan bahwa ini disebabkan oleh hukum gravitasi universal. Jika gravitasi bekerja, Bumi dan planet lain harus mengelilingi Matahari, karena jauh lebih besar (Cuk: 2015).
Pemikiran Copernicus di dukung lagi oleh Galileo yang hidup pada tahun 1564 - 1642 M, yang didukung sampai saat ini bahwa bumi dan planet-planet memutari Matahari (Gantira , 2015). Pada 1543 M akibat revolusi Copernicus (seorang ahli hukum dan ahli astronomi Polandia), timbul banyak ketidaksenangan terutama di kalangan rohaniawan gereja. Penyebabnya adalah pendapat Copernicus yang bertentangan dengan doktrin keagamaannya. Bahkan Martin Luther mengatakan, “Copernicus sudah gila dan teorinya dianggap melawan Injil serta tidak dapat diterima”.
Paradigma Baru
Revolusi Bumi adalah gerak Bumi pada orbitnya mengelilingi Matahari. Bidang orbit Bumi mengelilingi Matahari disebut ekliptika. Selama mengitari Matahari, poros Bumi selalu miring 23,5 derajat terhadap garis yang tegak lurus ekliptika. Orbit planet-planet lain tidak sebidang dengan ekliptika. Sudut antara bidang orbit planet lain dengan ekliptika disebut inklinasi.
Bumi berevolusi dalam arah negatif (berlawanan arah jarum jam), artinya jika kita berada dalam pesawat antariksa tepat di atas kutub utara maka kita akan melihat Bumi mengitari Matahari dalam arah yang berlawanan arah jarum jam. Terdapat dua peristiwa yang dapat membuktikan gerak revolusi Bumi ini:
- Terjadinya Paralaks Bintang. Paralaks bintang adalah pergeseran kedudukan bintang yang dekat ke Bumi terhadap latar belakang bintang-bintang yang lebih jauh yang disebebkan oleh pengamat di Bumi telah mengubah kedudukannya. Sewaktu pengamat di PA , pengamat melihat bintang dekat ke arah A. Enam bulan kemudian ketika pengamat di PC, pengamat melihat bintang dekat ke arah C. Jelaslah paralaks bintang membuktikan bahwa Bumi berevolusi mengitari Matahari.
- Terjadinya aberasi cahaya bintang. Aberasi cahaya bintang didefinisikan sebagai perpindahan yang tampak dalam arah cahaya datang dari sebuah bintang akibat gerak revolusi Bumi. Peristiwa aberasi cahaya bintang dapat dianalogikan dengan aberasi tetes-tetes hujan yang menimpa kaca depan mobil. Ketika mobil diam, pengamat dalam mobil melihat tetesan hujan jatuh tegak lurus mengenai kaca, akan tetapi ketika mobil bergerak, tetesan hujan tampak jatuh miring oleh pengamat dalam mobil. Jika aberasi tetes-tetes hujan disebabkan oleh pengamat yang berada dalam mobil yang bergerak, maka aberasi cahaya bintang tentu disebabkan oleh gerakan revolusi Bumi.
Gerak revolusi Bumi ini pun mengakibatkan beberapa peristiwa yang dapat dirasakan oleh para penghuni planet ini, diantaranya adalah:
- Gerak semu tahunan matahari pada ekliptika. Gerak semu tahuan Matahari adalah gerakan semu Matahari dari khatulistiwa bolak-balik antara 23,5 derajat lintang utara dan lintang selatan setiap tahun. Karena Matahari selalu berbalik arah setelah sampai lintang 23,5 derajat disebut garis balik. Garis 23,5 derajat LU disebut garis balik utara (GBU) dan garis 23,5 derajat LS disebut garis balik selatan (GBS). Garis lintang adalah garis yang sejajar dengan garis khatulistiwa.
- Perubahan lamanya siang dan malam. Pada tanggal 21 Maret dan 23 September setiap tahunnya, semua tempat di Bumi (kecuali kutub) mengalami siang dan malam hari sama panjang, yaitu 12 jam. Ini karena semua tempat mendapat sinar Matahari selama 12 jam dan tidak mendapatkannya 12 jam. Tanggal 21 Juni ketika Matahari ada pada kedudukan paling utara, yakni 23,5 derajat LU (GBU), belahan Bumi utara mengalami siang lebih panjang daripada malam. Sebaliknya di belahan Bumi selatan, lamanya siang akan lebih pendek daripada malam. Daerah dalam lingkaran kutub utara mendapat sinar Matahari selama 24 jam, sehingga siang akan terjadi secara terus menerus pada waktu itu. Sebaliknya di daerah lingkaran kutub selatan tidak mendapat sinar matahari selama 24 jam, sehingga malam terjadi secara terus menerus pada waktu itu.
- Pergantian musim. Revolusi Bumi dan kemiringan poros Bumi terhadap ekliptika mengakibatkan terjadinya pergantian musim sepanjang tahun di daerah iklim sedang. Dalam revolusi Bumi dari 21 Maret sampai dengan 21 Juni, kutub utara makin condong ke arah Matahari, sebaliknya kutub selatan makin menjauh dari Matahari. Ini menyebabkan belahan Bumi utara mengalami musim semi dan belahan Bumi selatan mengalami musim gugur. Pada tanggal 21 Juni, Matahari berada di GBU dan kutub utara menghadap ke Matahari. Belahan Bumi utara mendapat pemanasan lebih besar dari belahan Bumi selatan, sehingga di belahan Bumi utara mengalami puncak musim panas dan sebaliknya di belahan Bumi selatan akan mengalami musim dingin. Sedangkan pada tanggal 23 September sampai dengan 22 Desember, kutub utara menjauhi Matahari dan sebaliknya belahan Bumi selatan mendekati Matahari. Dalam periode ini belahan Bumi Utara akan mengalami musim dingin (winter) dan belahan Bumi selatan akan mengamai musim panas (summer).
- Terlihatnya rasi bintang yang berbeda dari bulan ke bulan. Gerak revolusi Bumi juga mengakibatkan rasi bintang yang berbeda dari bulan ke bulan. Rasi bintang adalah kumpulan beberapa bintang yang membentuk pola tertentu (Wijaya: 2010).
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Matahari Atau Bumi Sebagai Pusat Tata Surya ?"
Post a Comment