Tujuan utama dari kebijakakan otonomi daerah adalah, pertama membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangai urusan domestik, sehingga ia berkesempatan untuk mempelajari, memahami, merespons berbagai kecenderongan global dan mengambil mamfaat dari padanya, pemerintah pusat diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis.
Kedua dengan adanya otonomi daerah, maka pemerimtah daerah mendapat kewenangan lebih dari pemerintah pusat, maka daerah akan mengalami proses pembelajaran dan pemberdayaan yang signifikan. Kemampuan prakarsa dan kreativitas mereka akan terpacu, sehingga kapabilitas dalam mengatasi berbagai masalah domistik akan semakin kuat.
Istilah otonomi mempunyai arti kebebasan atau kemandirian, tetapi bukan kemerdekaan sehingga daerah otonomi itu diberi kebebasan atau kemandirian sebagai wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan. Oleh sebab itu, usaha membangun keseimbangan harus diperhatikan dalam konteks hubungan kekuasaan antara pusat dan daerah. Artinya, daerah harus dipandang dalam 2 (dua) kedudukan, yaitu: sebagai organ daerah untuk melaksanakan tugas-tugas otonomi; dan sebagai agen pemerintah pusat untuk menyelenggarakan urusan pusat di daerah.
Desentralisasi saat ini telah menjadi asas penyelenggaraan pemerintahan yang diterima secara universal dengan berbagai macam bentuk aplikasi di setiap negara. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa tidak semua urusan pemerintahan dapat diselenggarakan secara sentralisasi, mengingat kondisi geografis, kompleksitas perkembangan masyarakat, kemajemukan struktur sosial dan budaya lokal serta adanya partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Desentralisasi memiliki berbagai macam tujuan. Secara umum tujuan tersebut dapat diklasifikasi ke dalam dua variabel penting, yaitu pertama peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan (yang merupakan pendekatan model efisiensi struktural/structural efficiency model) dan kedua peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan (yang merupakan pendekatan model partisipasi/participatory model).
Setiap negara lazimnya memiliki titik berat yang berbeda dalam tujuan-tujuan desentralisasinya tergantung pada kesepakatan dalam konstitusi terhadap arah pertumbuhan (direction of growth) yang akan dicapai melalui desentralisasi.
Oleh karena itu desentralisasi merupakan simbol “trust” dari pemerintrah pusat kepada sistem yang sentralistik mereka tidak bisa berbuat banyak dalam mengatasi berbagai masalah, dalam sistem otonomi daerah mereka tertantang untuk secara kolektif menentukan solusi-solusi atas berbagai masalah yang dihadapi.
Pergeseran peranan pemerintah daerah dalam format otonomi daerah terbatas dan bertingkat pada masa orde baru menjadi otonomi daerah seluas luasnya pada era reformasi harus lebih menekankan pada peran pemerintah daerah sebagai wahana untuk mewujudkan kesejahteraan dan memberdayakan masyarakat lokal.
Praktek otonomi daerah hari ini mengarah pada praktek otonomi daerah menuju sentralisasi gaya baru (versi reformasi). Otonomi daerah hanya dijadikan symbol dan eforia belaka, bahkan menciptakan model korupsi gaya baru dan dinasti politik di tingkat lokal yang pada masa orde baru sekalipun tidak terjadi.
Demikian pula dalam rekrutmen pejabat pemerintahan daerah, belum memberikan jaminan untuk melahirkan pemimpin pemerintahan daerah yang berkualitas, menguasai problematika dan kebutuhan pemerintahan daerah. Faktanya bahwa dengan proses pilkada langsung dengan biaya politik mahal dan penuh dengan pencitraan, justru melahirkan pemimpin pemerintahan daerah karbitan dan berpotensi melakukan tindakan korupsi karena selalu berupaya mengembalikan modal politik yang sangat besar itu dan berusaha mengumpulkan modal untuk kembali pada pilkada berikutnya atau menyiapkan dinastinya.
Oleh karena itu, restrukturisasi otonomi daerah pada penyelenggaraan pemerintahan daerah ialah dengan mengembalikan konsep otonomi daerah seluas luasnya dengan pembagian kewenagan dan urusan yang jelas antara pusat dan daerah.
Pemerintahan daerah diberikan otoritas lokal (otonomi daerah) dengan memiliki personil aparatur pemerintahan yang mumpuni dan sarana yang diperlukan untuk memenuhi dan melaksanakan tanggung jawabnya. Keterbatasan sumber-sumber pembiayaan akan mendorong pemerintah daerah terperosok untuh memanfaatkan kekuasaan dau kewenangan yang ada untuk mengeksploitasi rakyat secara ekonomis untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan melalui pajak atau pungutan lainnya.
Pemerintahan di level daerah, pada tingkat tertentu merupakan cermin dari keterbelakangan masyarakat dan keterbatasan sumber-sumber ekonomi lokal. Kemampuan otonomi yang rendah dan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang tidak efektif adalah resultante dari keterbatasan berbagai potensi yang tersedia. Oleh karena itu, dalam konteks keberadaan dan efektivitas pemerintahan daerah harus diawali dengan membuat sistem rekrutmen pemimpin pemerintahan daerah yang bisa menjamin lahirnya pemimpin yang berkualitas, memiliki visi pemerintahan dan amanah dalam menjalankan tugas untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat. Sehingga kemudian, masalah keterbelakangan, kemiskinan, pendidikan yang terbatas serta masalah lainnya dapat terselesaikan.
Otonomi daerah yang seluas luasnya seharusnya bisa melahirkan kreativitas dan inovasi di daerah untuk memberikan kontribusi pengkondisian lahirnya pemerintahan daerah yang efektif. Pemerintahan daerah yang efektif, akan melahirkan prakarsa-prakarsa untuk perbaikan administrasi pemerintahan yang pada gilirannya memperkuat pembangunan ekonomi daerah. Secara hipotesis, terlihat hubungan timbal balik dan kausal antara kualitas seluruh faktor yang melekat pada kondisi suatu daerah dengan tingkat efektivitas pemerintahannya.
Oleh karena itu, hubungan keuangan pusat daerah yang lebih adil menjadi penting untuk menciptakan kemandirian daerah. Demikian faktor lainnya harus dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi terciptanya kemandirian daerah. Kecenderungan sentralistik saat ini harus dikembalikan kepada porsinya dalam bingkai otonomi daerah dalam konteks negara kesatuan. Kewenangan atas penggunaan dana yang telah dialokasikan kepada daerah juga harus seimbang. Daerah diberiukan kebebasan (discretion) untuk menentukan kebijakan daerah sendiri dalam negara kesatuan sehingga melahirkan ketidak ketergantungan daerah kepada pusat, sebagaimana selama ini terjadi.
Belum ada tanggapan untuk "Mengembalikan Makna dan Format Otonomi Daerah"
Post a Comment