Pemberdayaan dipandang sebagai suatu konsep mengkaitkan antara kekuatan, kemampuan dengan peningkatan kesejahteraan. Keterbelakangan yang seringkali dialami oleh sebagian masyarakat disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam pemilikan atau akses pada sumber-sumber kekuasaan dan sumber ekonomi. Proses historis yang panjang menyebabkan terjadinya power disenfranchisement atau dispowerment, yakni peniadaan kemampuan pada sebagian besar masyarakat. Akibatnya, lapisan masyarakat tersebut tidak memiliki akses yang memadai terhadap aset produktif yang umumnya dikuasai oleh mereka yang dekat dengan kekuasaan. Keadaan inilah yang pada gilirannya membuat mereka pada posisi terbelakang secara ekonomi, sosial, dan politik mengakibatkan mereka makin jauh dari kekuasaan. Begitulah lingkaran itu berputar terus.
Pemberdayaan bisa dimaknai sebagai segala usaha untuk membebaskan masyarakat dari belenggu keterbatasan yang menghasilkan suatu situasi di mana kesempatan-kesempatan ekonomis tertutup bagi mereka. Dalam banyak kasus, kemiskinan yang terjadi di masyarakat tidak bersifat alamiah semata, melainkan disebabkan berbagai factor, salahsatunya ialah faktor kebijakan.
Konsep lain menyatakan bahwa pemberdayakan mempunyai dua makna, yakni mengembangkan, memandirikan, menswadayakan dan memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Makna lainnya adalah melindungi, membela dan berpihak kepada yang lemah, untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan terjadinya eksploitasi terhadap yang lemah.
Salah satu indikator dari keberdayaan masyarakat adalah kemampuan dan kebebasan untuk membuat pilihan yang terbaik dalam menentukan atau memperbaiki kehidupannya. Konsep pemberdayaan merupakan hasil dari proses interaksi di tingkat ideologis dan praksis. Pada tingkat ideologis, pemberdayaan merupakan hasil interaksi antara konsep top-down dan bottom-up, antara growth strategy dan people centered strategy. Adanya hubungan top-down maupun bottom up menunjukkan bahwa didalam interaksi tersebut terkandung unsur hubungan pemerintahan.
Pendekatan pemberdayaan pada intinya memberikan tekanan pada otonomi pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat yang berlandaskan pada sumberdaya pribadi, langsung (melalui partisipasi) demokratis dan pembelajaran sosial melalui pengalaman langsung. Konsep pemberdayaan masyarakat ini lebih luas hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net). Belakangan ini konsep tersebut dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan di masa yang lalu. Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang oleh Friedmann disebut sebagai alternative development, yang menghendaki inclusive democracy, economic growth, gender equality and intergenerational equity (Kartasamita, 1996).
Berbagai pandangan itu maka pemberdayaan bertujuan dua arah. Pertama, melepaskan masyarakat dari belenggu keterbelakangan, baik dalam konteks ekonomi, sosial, dan politik. Kedua, memperkuat posisi lapisan masyarakat dalam struktur kekuasaan. Kedua-duanya harus ditempuh, dan menjadi sasaran dari upaya pemberdayaan. dikembangkan pendekatan pemberdayaan dalam pembangunan masyarakat. Dasar pandangannya adalah bahwa upaya yang dilakukan harus diarahkan langsung pada akar persoalannya, yaitu meningkatkan kemampuan rakyat. Bagian yang tertinggal dalam masyarakat harus ditingkatkan kemampuannya dengan mengembangkan potensi yang dimilikinya melalui proses pemberdayaan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa selama ini banyak konsep pemberdayaan masyarakat yang berorientasi kepada "proyek". Artinya, peran birokrasi yang besar, dan seringkali juga dijalankan sebagai program pemerintah untuk membantu masyarakat, tetapi masyarakat itu sendiri tidak terlibat di dalamnya. pemberdayaan bertentangan dengan konsep pembangunan yang paternalistik di mana birokrasi berfungsi sebagai tangan yang memberi (patronizing hands).
Untuk itu, proses pemberdayaan dapat dilengkapi pula dengan upaya membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi; dan kedua, kecenderungan sekunder, yaitu kecenderungan yang menekankan pada proses memberikan stimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Dua kecenderungan tersebut memberikan (pada titik ekstrem) seolah berseberangan, namun seringkali untuk mewujudkan kecenderungan primer harus melalui kecenderungan sekunder terlebih dahulu.
Pemberdayaan masyarakat dapat dipandang sebagai jembatan bagi konsep-konsep pembangunan makro dan mikro. Dalam kerangka pemikiran itu berbagai input seperti dana, prasarana dan sarana yang dialokasikan kepada masyarakat melalui berbagai program pembangunan harus ditempatkan sebagai rangsangan untuk memacu percepatan kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Proses ini diarahkan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat (capacity building) melalui pemupukan modal yang bersumber dari surplus yang dihasilkan dan pada gilirannya dapat menciptakan pendapatan yang dinikmati oleh masyarakat. Dengan demikian, proses transformasi itu harus digerakkan oleh masyarakat sendiri.
Hal itu berarti pemberdayaan mendorong klien untuk menentukan sendiri apa yang harus ia lakukan dalam kaitan dengan upaya mengatasi permasalahan yang dihadapi sehingga mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam membentuk hari depannya. Pendapat tersebut juga sejalan dengan batasan singkat Mubyarto dan Mochtar Mas’oed yang mengatakan bahwa pemberdayaan sebagai upaya memberi daya atau kekuatan.
Menurut Wasistiono (1998 : 46) pemberdayaan dapat dibedakan menjadi empat macam dilihat dari sasaran dan ruang lingkupnya, sebagai berikut :
- Pemberdayaan pada individu anggota organisasi atau anggota masyarakat;
- Pemberdayaan pada tim atau kelompok masyarakat;
- Pemberdayaan pada organisasi; dan
- Pemberdayaan pada masyarakat secara keseluruhan
Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada program-program pemberian (charity). Karena, pada dasarnya setiap yang dinikmati, harus dihasilkan atas usaha sendiri. hal itu berarti tujuan akhir dari pemberdayaan masyarakat adalah memandirikan masyarakat dan meningkatkan kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara konsisten. Memberdayakan dapat dikatakan sebagai membangun power atau daya, yang menurut pengertian Giddens (……………), yaitu "transformative capacity of human action: the capability of human beings to intervene in a series of events so as to alter their course".
Tampak pada uraian di atas pemberdayaan bukan hanya konsep ekonomi, atau hanya konsep politik. Pemberdayaan adalah konsep yang menyeluruh atau holistic yang menyangkut nilai-nilai dalam masyarakat. Rakyat miskin atau yang berada pada posisi belum termanfaatkan secara penuh potensinya melalui pemberdayaan diharapkan akan meningkat bukan hanya ekonominya, melainkan juga harkat, martabat, rasa percaya diri, dan harga dirinya.
Sementara itu jika ditinjau dari perspektif pelaksanaan kebijakan, pemberdayaan masyarakat dapat dikategorikan sebagai kebijakan publik. Sebuah kebijakan publik sesungguhnya merupakan sebuah instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk melakukan perubahan ekonomi, sosial, maupun budaya pada masyarakat. Pada saat yang sama, pemberdayaan masyarakat yang dimaksudkan untuk mewujudkan tujuan ataupun dampak yang diinginkan, untuk memenuhi kepentingan atau kebutuhan publik atau masyarakat.
Berkenaan dengan itu, pemahaman kebijakan pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan beberapa sudut pandang, antara lain, Pertama, perspektif ”kebijakan top down dimana upaya pemberdayaan dilakukan secara hierarkis, berjenjang dari pusat sampai kedaerah, dari pucuk pimpinan sampai level organisasi yang terendah. Kebijakan ini memiliki kelebihan antara lain kecepatan, keseragaman dan memungkinkan kontrol yang ketat, waktu dan energi yang dikeluarkan dapat dilakukan secara efisien. Kebijakan ini dianggap sesuai bagi masyarakat dinegara-negara berkembang dimana pusat atau atasan dapat mendesakkan kehendaknya kepada masyarakat bawahannya berdasarkan sistem yang paternalistis. Masyarakat akan menerima saja kehendak atasan yang dianggap merupakan alternatif yang terbaik.
Kedua, perspektif kebijakan bottom up yang merupakan reaksi guna mengatasi ekses negatif dari kebijakan pertama. Kebijakan ini menyatakan bahwa dalam pembangunan masyarakat desa perlu adanya bimbingan secara sentral. Namun bimbingan ini hanya mungkin efektif bila ada organisasi masyarakat yang mampu menerima, menyerap, menterjemahkan dan mampu berbicara atas nama masyarakat. Hal itu berarti organisasi berada pada posisi mewakili pihak atas dan juga mewakili masyarakat. Kebijakan kedua ini memiliki kelebihan antara lain adanya peluang kebebasan masyarakat untuk menyampaikan pendapat, permintaan, tuntutan kepada atasan atau pemerintah yang disampaikan secara demokratis. Kelebihan lainnya adalah perwujudan permufakatan antara masyarakat dengan pemerintah karena terjalinnya komunikasi secara timbal balik. Berdasarkan kedua perspektif tersebut di atas, disadari bahwa penyelesaian persoalan masyarakat tingkat bawah (grass roots) tak dapat diselesaikan dengan pendekatan atas - bawah saja (top down) tetapi juga membutuhkan pendekatan dari bawah keatas (bottom up approach)”.
Belum ada tanggapan untuk "Pemberdayaan Masyarakat dan Kebijakannya"
Post a Comment