Secara umum Pedagang Kaki Lima didefinisikan sebagai orang yang menjajakan barang dan jasa untuk dijual ditempat yang merupakan ruang untuk kepentingan umum, terutama di pinggir jalan dan trotoar. Sedangkan menurut Alma (2009:156) pedagang kaki lima ialah “Orang (pedagang-pedagang) golongan ekonomi yang lemah, yang berjualan barang kebutuhan sehari-hari, makanan atau jasa dengan model relative kecil, modal sendiri atau modal orang lain, baik berjualan di tempat terlarang maupun tidak.”
Di satu sisi keberadaan Pedagang Kaki Lima memang tidak dapat dihindarkan seirirng dengan perkembangan perkantoran, Istilah Kaki Lima diambil dari pengertian di tepi jalan yang lebarnya lima kaki. Pedagang Kaki Lima adalah setiap orang yang melakukan kegiatan usaha dengan maksud memperoleh penghasilan yang sah, dilakukan secara tidak tetap, dengan kemampuan terbatas berlokasi di tempat atau pusat-pusat konsumen, tidak memiliki izin usaha, dengan ciri-ciri (Alma, 2009:157):
- Kegiatan usaha, tidak terorganisir dengan baik.
- Tidak memiliki surat izin usaha
- Tidak teratur dalam kegiatan usaha, baik ditinjau dari tempat usaha maupun jam kerja
- Bergerombol di trotoar, atau di tepi-tepi jalan protocol, di pusat-pusat di mana banyak orang ramai
- Menjajakan barang dagangannya sambil berteriak, kadang-kadang berlari sampai mendakati konsumen
Ciri Khas yang menonjol dari kelompok ini ialah tidak tentunya mereka dalam menjajakan dagangannya, yang secara hukum sebenarnya melanggar ketentuan yang berlaku. Harga yang mereka tawarkan biasanya mula-mula tinggi, tapi pada akhirnya dapat ditawar serendah mungkin. Dengan cara demikian baik pembeli maupun penjual merasa mendapat keuntungan. Dapat dikatakan Pedagang Kaki Lima memiliki karakteristik tersendiri, yaitu (Julissar An-Naf dalam Widodo 2000:31):
- Pada umumnya bagi PKL, berdagang di kaki lima adalah sebagai mata pencaharian yang utama;
- PKL pada umumnya tergolong dalam usia yang produktif;
- Tingkat pendidikan mereka umumnya relatif rendah;
- Sebagian besar mereka merupakan pendatang dari daerah dan belum memiliki status kependudukan yang sah di kota;
- Mereka mulai berdagang sudah cukup lama;
- Sebelum menjadi PKL mereka menjadi petani atau buruh;
- Permodalan mereka umumnya sangat lemah dan omset penjualnnya juga relative kecil;
- Umumnya mereka memiliki/mengusahakan modal sendiri dan belum ada hubungan yang baik dengan Bank;
- Kurang mampu memupuk modal;
- Umumnya mereka memperdangangkan bahan pangan, sandang dan kebutuhan sekunder;
- Tingkat pendapatan mereka relatif rendah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga di perkotaan;
- Pada hakekatnya mereka teah terkena pajak dengan adanya retribusi maupun pungutan-pungutan tidak resmi;
Dari gambaran karakteristik pedagang kaki lima di atas, disimpulkan bahwa pedagang kaki lima adalah pedagang yang memiliki modal atau omset yang kecil dengan latar pendidikan yang rendah, cenderung menempati ruang publik (bahu jalan, taman, trotoar) untuk berdagang, usia mereka umumnya berdada pada usia produktif dan meskipun berjualan di lokasi yang tidak resmi mereka juga dikenai pungutan/retribusi meskipun sifatnya tidak resmi (suka rela).
Berdasarkan Permendagri RI No. 41 Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan PKL, penataan PKL adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui penetapan lokasi binaan untuk melakukan penetapan, pemindahan, penertiban dan penghapusan lokasi PKL dengan memperhatikan kepentingan umum, sosial, estetika, kesehatan, ekonomi, keamanan, ketertiban, kebersihan lingkungan dan sesuai dengn peraturan perundang-undangan.
Pembinaan dalam penataan dan pemberdayaan sebagaimana dimaksud meliputi.
- Pendataan;
- Perencanaan penyidikan ruang bagi kegiatan sektor informal;
- Fasilitas akses permodalan
- Penguatan kelembagaan;
- Pembinaan dan bimbingan teknis;
- Fasilitas kerjasama antar daerah;
Tujuan Penataan dan Pemberdayaan PKL adalah.
- Memberikan kesempatan berusaha bagi PKL melalui penetapan lokasi sesuai dengan peruntukannya;
- Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan usaha PKL menjadi usaha ekonomi mikro yang tangguh dan mandiri;dan
- Untuk mewujudkan kota yang bersih, indah, tertib dan aman dengan sarana dan prasarana perkotaan yang memadai dan berwawasan lingkungan.
Penertiban memiliki kata dasar tertib yang diberi awalan Pe-dan akhiran–an. Kata tertib sendiri dapat diartikan sebagai aturan atau peraturan yang baik sedangkan menertibkan dapat diartikan sebagai upaya-upaya yang dilakukan untuk menciptakan situasi dan kondisi yang teratur dan aman tidak ada benturan, tidak ada hambatan, tidak mendahului, tidak menyimpang dari aturan serta semua berjalan dengan baik sebagimana ditetapkan menurut peraturan yang berlaku. Namun pada kata ketertiban, arti kata berganti menjadi sebuah kata kerja yang merujuk pada proses tercapainya suatu situasi dan kondisi yang teratur dan aman, tidak menyimpang dai peraturan dan berjalan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku (Poerdarminta, 2001: 1064).
Penertiban pedagang kaki lima merupakan usaha pemerintah yang ditujukan untuk kepentingan ketentraman dan ketertiban masyarakat yang dalam pelaksanaanya dapat terjadi paksaan dari pemerintah sendiri. Penertiban Pedagang Kaki Lima ini dilakukan dengan cara merelokasi PKL dari tempat yang ditertibkan ke lokasi yang telah disediakan sesuai dengan peraturan.Selain itu juga dapat dilakukan dengan membiarkan PKL berdagang dengan penagturan tertentu dan mengintegrasikan PKL secara formal.
PUSTAKA
- Poerdarminta, 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas
- Permendagri RI No. 41 Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima
- Permendagri RI Nomor 54 Tahun 2011 Standar Operasional Prosedur Satuan Polisi Pamong Praja
- Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong
- Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Tinjauan Tentang Penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) "
Post a Comment